Hari ini, ketika mampir ke rumah ibu saya untuk mengurus dana pensiunnya, saya menemukan 2 buah amplop dari salah satu harian nasional terbesar Indonesia. Dari nama pengirimnya saya tahu itu adalah surat balasan dari cerpen yang pernah saya kirimkan ke media tersebut di tahun 2015 lalu. Cerpen tersebut adalah cerita anak yang saya tulis di masa itu dan ternyata masih belum layak tayang di harian tersebut.
Saya jadi ingat masa-masa di mana saya rajin sekali menulis cerpen. Bahkan untuk cerita anak ini saya beberapa kali mengikuti kelasnya karena walau terlihat gampang, nyatanya sulit sekali membuat cerita anak yang bisa dimuat di media. Padahal kalau saya lihat sekarang cerita anak pangsanya cukup besar di Indonesia dan peluangnya juga cukup luas bagi para penulis untuk bisa berkembang.
Nah, berhubung saya mendapatkan bukti fisik cernak saya yang ditolak, saya pun iseng mengecek kotak keluar email dan ternyata masih ada file-nya. Kali ini saya ingin mempublikasikan cernak saya yang ditolak tersebut di blog saja. Selamat menikmati!
TANIA BELAJAR MERAJUT
“Tante sedang bikin apa?” Tania bertanya pada tante Mirna yang sedang duduk di sofa. Matanya tertuju pada gulungan benang yang tergeletak di sisi tubuh tantenya.
Tante Mirna menghentikan kegiatannya sejenak. “Tante lagi bikin tas tangan, Tania,” jawabnya sambil tersenyum pada keponakan kecilnya tersebut.
“Susah nggak bikinnya, Tante?” Tanya Tania lagi. Tangannya kini mulai memegang benang yang terjuntai.
“Kamu mau belajar?” Tante Mirna balik bertanya.
Tania menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat. Sudah sejak beberapa hari ini ia ingin sekali belajar merajut pada tante Mirna. Namun karena tante Mirna terlihat sibuk maka Tania tak berani mengganggunya. Baru malam ini Tania akhirnya memberanikan diri mendekati adik bungsu ibunya itu.
Tante Mirna sendiri sebenarnya tinggal di rumah nenek. Karena saat ini ayah dan bunda Tania sedang pergi ke kota Mekkah untuk menjalankan ibadah umrah, maka tante Mirna akhirnya diminta menemani Tania di rumah.
“Besok sepulang sekolah ya mulai belajarnya. Sekarang sudah malam,” kata tante Mirna setelah mengecek waktu melalui ponsel miliknya. Sudah hampir pukul sepuluh malam. Sudah waktunya Tania untuk tidur.
***
Besoknya sesuai janji, tante Mirna mulai mengajari Tania merajut. Usai makan siang keduanya duduk di sofa ruang keluarga. Di hadapan mereka ada sebuah keranjang yang berisi beberapa gulungan benang.
“Ini namanya jarum hakpen,” tante Mirna menjelaskan jarum yang sedang dipegangnya. Jarum tersebut berwarna kuning keemasan dengan panjang kurang lebih lima belas sentimeter dan ada kaitan pada kedua ujungnya. Ia kemudian mengambil sebuah jarum lagi dari sebuah dompet mungil dan menyerahkanya pada Tania. Tante Mirna juga mempersilakan Tania memilih benang warna apa yang ingin digunakan untuk belajar merajut. Tania dengan cepat memilih warna merah muda, warna kesukaannya.
Selama beberapa hari berikutnya, Tania disibukkan dengan belajar merajut. Setiap usai sekolah ia memacu sepeda mungilnya secepatnya menuju rumah. Pelajaran merajutnya sendiri hanya berlangsung selama satu jam. Mulanya sulit sekali belajar merajut itu. Tania kesulitan membuat rantai yang menjadi langkah dasar dari belajar merajut. Namun setelah berkali-kali mencoba, akhirnya ia bisa menyelesaikan sebuah rantai.
“Tante! Aku sudah bisa bikin rantainya!” Seru Tania pada tantenya ketika akhirnya ia bisa membuat rantai. Tante Mirna yang sedang merajut tersenyum puas begitu melihat rangkaian rantai yang dibuat Tania. “Nah kalau begitu sekarang kita bisa mulai membuat sesuatu,” ujarnya kemudian.
***
Tak terasa sepuluh hari sudah berlalu. Hari ini ayah dan Bunda Tania akan kembali ke kota mereka. Sejak pukul lima sore, Tania dan tante Mirna sudah menunggu di bandara. Sebuah kejutan sudah disiapkan Tania untuk Bundanya.
Sekitar pukul tujuh akhirnya pesawat yang ditunggu-tunggu akhirnya mendarat. Tak sabar rasanya Tania menunggu ayah dan bundanya keluar dari pintu kedatangan. Berkali-kali kepala ditolehkan ke arah pintu kedatangan seolah takut ayah dan bundanya menghilang dari pandangan.
“Ayaah! Bunda!” Tania setengah berteriak ketika akhirnya sosok ayah dan bundanya keluar dari pintu kedatangan. Segera saja ayah dan bunda menyambut dan memeluk Tania. Setelah berpamitan kepada beberapa teman satu rombongan, mereka semua kemudian langsung menuju mobil yang sudah menunggu.
“Bunda, Tania bawa hadiah buat Bunda,” kata Tania pada bundanya setelah mereka semua berada dalam mobil.
“Hadiah apa, Sayang?” tanya Bunda sambil mengelus kepala Tania.
Tania kemudian mengeluarkan sebuah bros rajut warna merah muda dari tas mungilnya. Bros tersebut kemudian diserahkan pada bundanya.
“Wah, cantik sekali! Tania sendiri yang bikin?”
Tania menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“Waah... terima kasih, Sayang” kata ibunya sembari memeluk dan mengecup pucuk kepala Tania.
“Bunda aja nih yang dikasih hadiah? Hadiah buat ayah mana?” Tiba-tiba ayah yang duduk di kursi depan langsung bersuara.
Mendengar pertanyaan ayahnya, Tania hanya bisa memanyunkan bibirnya. Peci buatannya belum selesai dan masih teronggok di meja belajarnya.
***
14 Comments
Lucu loh mbak ceritanya baguuussss! kenapa ya ngga lolos?
ReplyDeleteaku aja udah buat nih gambarnya, hehehehe Tania sedang merajut
wah langsung jadi ide buat bikin sketsa ya, mbak. makasih
DeleteManisnya Tiaraa, hadiah khusus buat sang bunda.
ReplyDeleteOh ya Mbak, punten ya, kalau mau belajar bikin cerita anak lagi, coba borong majalah Bobo (bekas) nanti kan paham gimana cara bikin cerita anak. Soalnya kubaca di atas itu udah cukup bagus, tapi kalimatnya terlalu panjang.
Atau ikut kelasnya Mas Bambang (kurcaci pos) beliau kan penulis cerita anak.
Hmm iya juga ya. Makasih masukannya, avi
DeleteSederhana tapi manis ceritanya. Jadi ingat udah beli set rajut tapi ngga dipakai2 hihi. Bacaan yang oke nih Mbak
ReplyDeleteyuk mbak dipakai set rajutnya
DeleteCeritanya cukup bagus kak, apalagi soal merajut, Salah satu hobi yang bisa jadi lahan mencari cuan.
ReplyDeleteTapi menurutku ceritanya memang kurang pas buat anak-anak karena beberapa kalimat terlalu panjang. Mungkin bisa disederhanakan dan menggunakan kalimat aktif
makasih mbak masukannya. iya nih mungkin karena memang terbiasa nulis cerita dewasa diriku makanya agak susah masuk ke cerita anak
Deletekeren ceritanya Mbak, semangat terus Mbak.
ReplyDeletegak dikirim ke penerbit lain nih ceritanya? Padahal bagus lho, alurnya juga oke :)
jadi pengen lihat nih bros merah muda dan peci rajutan Tania :)
nggak mbak sudah hilang harapan he
DeleteKa Antuung.. aku suka banget idenya.
ReplyDeleteRasanya cernak memang terasa ringan, tapi idenya itu bisa mahal banget.
Ka Antung bisa nih jadi referensi belajar menulis cernak.
makasih mbak Lendy. Ini tulisan lama, mbak kalau sekarang nggak tahu deh gimana cernakku hehe
Deleteceritanya menghangatkan hati, Mba. Keren banget idenya.
ReplyDeletesekarang masih lanjut gak Mba nulis cernaknya? jadi pengen baca cernak lain yang ditulis deh
Mba Ayana ternyata suka menulis cernak ya, menarik juga pengen belajar jadinya buat cernak begini, seru dan menarik ternyata ya
ReplyDelete