Yogyakarta adalah salah satu kota yang ingin sekali saya kunjungi kembali. Pertama kali saya ke kota Gudeg ini adalah ketika berusia 14 tahun saat melakukan perjalanan bersama orang tua. Tak banyak tempat yang kami kunjungi di kala itu. Hanya sempat ke Candi Prambanan, Borobudur dan juga Malioboro. Karena itulah ketika saya diberi rezeki untuk berkunjung ke Jawa Tengah, saya sempatkan diri untuk menginjakkan kaki kembali ke Yogyakarta.
Perjalanan dari Kebumen menuju Yogyakarta ditempuh dalam waktu kurang lebih 4 jam dengan menggunakan bus. Kami berangkat pukul 9 dan tiba di Yogya pukul 1 siang. Uniknya, bus yang kami tumpangi tidak langsung mengantar ke stasiun Tugu seperti yang saya pilih di aplikasi pemesanan bus melainkan menurunkan kami di sebuah jalan untuk kemudian diantar menggunakan mobil lain menuju tujuan pilihan. Jadi ya sempat bingung juga nih kok tiba-tiba disuruh turun aja sama sopir padahal masih
Bersama penumpang lain, kami pun diantarkan menuju Stasiun Yogyakarta. Begitu berada di depan stasiun, saya dan suami bergegas mencari penginapan terdekat yang ada di depan mata. Memang bisa dibilang perjalanan ke Yogyakarta ini sangat tidak dipersiapkan dengan baik karena kami bahkan tidak mencari dulu penginapan yang sekira nyaman dan murah untuk ditempati. Jadilah akhirnya kami menginap di sebuah hotel tua tepat di depan kafe dekat stasiun dengan rate 350 rupiah/malam.
Suasana jalan Malioboro sendiri hari itu cukup ramai. Ada banyak pengunjung entah itu turis lokal dan juga rombongan siswa SMA yang sedang melakukan studi tour. Ada yang sibuk mengambil foto dan juga menyusuri jalan. Kami sendiri setelah selesai meletakkan barang di kamar kami bergegas untuk makan siang di warung makan yang terletak di dekat stasiun. Saya sendiri sebenarnya ada janji dengan seorang teman lama yang kini tinggal di kota Solo. Jadi setelah selesai makan segera kami kembali ke hotel untuk mempersiapkan diri bertemu dengan teman saya ini.
"Aku ke Yogya jam 2 nanti sampainya jam 3 kamu tunggu ya di depan stasiun," begitu kata teman saya itu lewat pesannya.
Sesuai dengan petunjuk, pukul 3 siang saya pun menunggu di depan kafe yang berada di depan hotel tempat saya menginap. Setelah menunggu kurang lebih 15 menit, akhirnya sosok yang saya tunggu tiba. Mbak Jati namanya. Rekan kerja pertama saya saat lulus kuliah dulu. Kami sempat bekerja di satu konsultan teknik sipil selama kurang lebih 1 tahun sebelum akhirnya masing-masing pindah ke pekerjaan lain.
Tak banyak yang berubah dari sosok teman saya yang satu ini. Badannya tetap langsing tak seperti saya yang sudah bertambah berat 20 kg. Sosoknya juga tetap ceplas-ceplos saat berbicara pada saya yang sudah hampir 15 tahun tak bertemu. Mbak Jati kemudian mengajak saya berjalan-jalan di selasar Malioboro sambil berbagi cerita. Jelang malam suasana di jalan terpopuler di Yogyakarta ini memang semakin ramai saja terutama di akhir minggu.
"Nanti kalau mau belanja kamu ke pasar di seberang aja harganya bisa lebih murah," begitu salah satu pesan Mbak Jati dalam pertemuan singkat kami hari itu. Sayang banget saya hanya bisa mengobrol beberapa belas menit dengannya karena pukul 4 sore Mbak Jati harus kembali ke Solo dengan kereta.
Makan Gudeg 3 kali sehari di Yogya
Saat kita mengunjungi sebuah daerah baru, biasanya hal yang ingin kita coba adalah kuliner daerah tersebut. Nah untuk Yogyakarta, tentunya nggak afdol kalau saya tidak mencoba gudeg yang memang menjadi makanan khas kota tersebut. Gudeg adalah masakah khas Yogyakarta yang terbuat dari nangka muda dimasak dengan gula dan santan hingga lunak. Gudeg biasanya disajikan dengan lauk ayam telur, tahu, tempe dan juga krecek. Ada juga tambahan santan kental yang kalau di kota saya disebut lalaan yang membuat rasa gudeg ini lebih khas.
Gudeg pertama yang saya cicipi adalah gudeg yang dijual di warung makan di depan stasiun Tugu. Ada beberapa warung makan berjejer di sana dengan menu pilihan yang sama. Nasi goreng, bakso, soto ayam dan tentunya juga gudeg. Karena baru tiba saya langsung memilih gudeg ini sebagai menu makan siang tak seperti ibu dan suami yang memesan soto surabaya. Untuk warung pertama ini, saya rasa gudegnya masih biasa saja rasanya bukan rasa gudeg yang wah di lidah.
Malamnya, saat waktunya makan malam kami sebenarnya ingin mencoba kuliner di sekitar hotel. Namun saat kami melangkahkan kaki ke luar hotel, beberapa pengemudi becak langsung menawarkan diri untuk mengantar ke tempat makan sekalian mencari oleh-oleh. Karena memang waktu kami hanya semalam di Yogyakarta, saya dan suami pun sepakat untuk mencoba naik becak dengan tarif 10 ribu rupiah ini.
Awalnya kami diajak mengunjungi restoran bebek untuk makan malam namun karena saat makan siang saya merasa kurang puas dengan gudeg yang saya santap, lagi-lagi kami memilih menu gudeg untuk makan malam. Pengemudi becak langsung menawarkan untuk mencoba gudeg Wijilan yang katanya cukup terkenal. Saya kira bakal diajak ke gudeg Yu Jum yang setahu saya cukup populer juga namun ternyata pengemudi becak mengajak kami ke gudeg Wijilan Bu Lies yang sepertinya juga cukup terkenal. Di sini selain menyediakan gudeg untuk dimakan langsung juga tersedia kemasan kaleng untuk dijadikan oleh-oleh.
Kali ke tiga kami makan gudeg di Yogya adalah saat sarapan keesokan harinya. Hotel tempat kami menginap tidak menyediakan sarapan untuk tamunya jadi mau tak mau kami harus mencari sarapan sendiri. Kami pun berjalan menuju lorong-lorong yang ada di kawasan Malioboro. Berharapnya sih ada menu nasi pecel untuk mengisi perut di pagi hari. Sayangnya kami berada di Yogyakarta bukan Surabaya sehingga menu sarapan yang kami temui adalah lagi-lagi gudeg.
Saat berjalan di salah satu lorong, kami menemukan warung kecil yang tampak dipenuhi orang. Saat saya mampir, nama warungnya adalah gudeg Mbok Lindu yang ternyata merupakan gudeg legendaris di Yogya. Tak ada yang berbeda sebenarnya antara gudeg yang saya coba malam sebelumnya dengan gudeg saat sarapan. Cita rasa rasa gudeg yang manis dengan tambahan lalaan kelapa cukup mendominasi lidah. Bagi saya yang sarapannya nasi kuning mungkin rasa gudeg ini terlalu strong ya di lidah saya
Selain menikmati makan malam, malam itu kami juga diantar ke sentra oleh-oleh
Berbelanja di Malioboro
Kalau menurutkan keinginan hati, sebenarnya saya ingin lebih lama berada di Yogyakarta mengingat jadwal pesawat kami hari Selasa sore dan sepertinya masih sempat kalau ke Surabaya di hari yang sama. Namun karena tidak ingin menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan seperti ketinggalan pesawat, saya mengikuti saran suami untuk berangkat ke Surabaya di Senin siang. Ini membuat kami hanya punya waktu 1 hari untuk menjelajah Yogyakarta.
Tidak ada pilihan lain bagi saya selain hanya berbelanja di Malioboro. Malam itu kami berbaur dengan ratusan pengunjung di Malioboro. Di sepanjang selasar Malioboro berjejer berbagai toko yang menyediakan aneka pakaian, batik, makanan dan juga cendera mata khas Yogyakarta untuk dibawa pulang. Tentunya sebagai pengunjung saya harus pintar memilih produk agar bisa dapat barang dengan harga yang relatif murah.
Besok paginya, perjalanan berbelanja masih berlanjut setelah sarapan. Kali ini tempat yang kami datangi adalah pasar di depan selasar Malioboro sesuai dengan saran Mbak Jati pada saya. Sebenarnya barang yang dijual di pasar ini tidak jauh berbeda dengan yang ada di toko seberangnya. Namun memang ada perbedaan harga dari beberapa produk. Misalnya daster batik di toko seberang dijual 55 ribu sementara di pasar yang kami kunjungi harganya 35 ribu dengan kain yang lebih baik. Namanya perempuan, kalau menemukan barang dengan lebih murah dan lebih bagus pastilah tergoda yaa. Akhirnya baik saya dan ibu saya kembali ke kamar hotel dengan tambahan beberapa kantong belanjaan.
Hanya selang 10 menit setelah tiba di kamar hotel, kami sekeluarga langsung check out untuk melanjutkan perjalanan menuju kota Surabaya dengan menggunakan kereta api. Jujur masih ada rasa tidak puas di hati saya karena tidak sempat mengunjungi tempat-tempat wisata ikonik di Yogyakarta. Namun anggap saja ini adalah sebuah tanda kalau nanti saya akan kembali ke kota ini untuk menuntaskan kerinduan yang tersisa.
Baca Juga
27 Comments
Jogja aku akan datang kembaali
ReplyDeleteJogja selalu memberikan kesan manis untuk setiap wisatawan yg berkunjung. Selalu ada kenangan dari wisata kuliner hingga wisata alamnya.
ReplyDeleteJogja memang ngangenin ya mba. Ayem tentrem gitu. Kuliner juga murah meriah, enak..hm, puas-puasin selama di Jogja ya mba
ReplyDeleteWaduh mbak, tiga kali sehari makan Gudeg. Xix. Aku pertama coba gudeg, muntah. Mungkin karena terlalu manis di lidah saya. Akhirnya terpaksa tiap ke Jogja makannya fast food. Pernah juga di emperan Malioboro tapi harganya digetok hehe.
ReplyDeleteSoal harga lebih murah, nampaknya bukan urusan perempuan saja hehe. Saya juga senang berburu souvenir dan oleh-oleh yang harganya lebih murah dengan kualitas dan barang yang serupa.
kalau aku bukan manisnya sih yang nggak cocok, mas. tapi kayak lemak banget gitu makannya jadi eneg
DeleteHuuuu andai tidak terjadi musibah yang tidak terduga di liburan sekolah ini, psti sekarang saya sudah ada di Yogyakarta mbak
ReplyDeleteSaya belum pernah kesana, rencana dengan suami mau ke Yogyakarta di liburan ini, tapi ternyata ibu mertua berpulang, dan akhirnya ke yogya nya ditunda dulu
Tapi beberapa tempat khusus nya gudeg nya aku tanyain loh mbak
Next semoga bisa kembali ke Yogyakarta Kota Istimewa Ya mba
semoga nanti bisa ke yogya ya, mbak
DeleteAku galfok ma makam gydeh sehari 3kali mbak. Ya ampun..
ReplyDeleteTapi emang Jogja tuh ngangenin. Perjalanan ke Jogja dulu sebelum menikah nekat hanya karena ingin datangin salah satu bookfair di sana. Duh jauh2 hanya buat beli buku lho.
Aku juga pengen balik ke jogja
hihi iya saking bingungnya mau makan apa dan perut sudah lapar
DeleteAlhamdulillah,
ReplyDeleteBisa sedikit-sedikit mampir Jogja yaa.. mengobati kerinduan yang mendalam. Apalagi kulineran di gudeg Mbok Lindu. Aku pikir yang lejen di Jogja tuh gudeg Yuk Jum.
Semoga abis ini kak Antung bisa lanjut kembali jalan-jalan tour de Java.
Supaya lebih banyak tempat dan sahabat yang dikunnjungi.
Yogyakarta buatku bukan kampung halaman, nggak ada kenalan juga, tapi kenapa selalu ngangenin ya? udah 3-4 kali kesana cuma buat main tapi kalo diajak kesana lagi ya hayu aja, haha
ReplyDeleteYogyakarta memang benar benar istimewa, selalu bikin kangen dengan suasana dan isi nya, makanan di jogja gapernah gagal di lidahku semua oleh oleh khas nya juga enak enak semua, kalo aku sih paling suka bakpia kukus, sejak pandemi hingga sekarang belum lagi sempat ke Yogyakarta huhuhu
ReplyDeleteYogyakarta memang selalu ngangenin. Udah ga kehitung berapa kali saya ke Yogyakarta tapi ga ada bosannya. Yang ada kangen terus pengen jadi orang sana malah. Hahaha
ReplyDeleteKemarin aku pas mudik ke Surabaya sedih banget karena gak bisa mampir Jogja.
ReplyDeletePadahal uda berbunga-bunga pengen kulineran dan menikmati wisata Jogja. Memang asik banget ke Jogja pake nginep, gak cuma come and go.
Duuh! Gak sabar pingin ke Jogja lagi. Semoga kali ini Allah mudah dan lancarkan rencana saya ke Jogja bareng anak-anak. Aamiin ya Rabbal’alamiin. 🤗
ReplyDeleteWaahh jadi pengen pulang ke Jogja deh bacanya. Hehe. Kapan lagi ya Mbaa makan gudeg sehari 3x? Wkwk biarpun sama-sama gudeg, rasanya pasti beda-beda deh. Dulu saya anti banget sama gudeg, setelah ayah saya nggak ada, jadi suka makan gudeg karena itu makanan kesukaan beliau. Huhu..
ReplyDeleteEmang Jogja selalu punya daya magis buat menarik kita kembali ke sana. Rasa-rasanya belum ke Jogja kalo ngga mampir makan Gudegnya. Apalagi belanja di Malioboro, jadi inget kenangan pas darmawisata SD kannn. Ngga ada matinya. Mana sekarang ada titik nol kilometer, bisa poto2 hehe.
ReplyDeletebiar dah berjuta2 kali ke Jogja rasanya tuh adaaaaa aja yg blum diexplorr.
ReplyDeletemupeng bgt utk cuss k jogja lagiiii
Jadi ingat ke Jogja waktu itu makan gudeg Yu Jum, rasanya memang manis dan pas banget gudegnya. Alhamdulillah waktu itu bisa ajak ibu bapak mertua juga bisa jalan-jalan di Yogyakarta
ReplyDeleteYogyakarta itu selalu ngangenin, entah magnet apa yang ada di Yogya, saya juga suka dengan Yogya, kadang hanya ingin duduk-duduk aja di Malioboro wkwkwk
ReplyDeleteMakan gudeg 3 kali sehari di Jogja...Saya, karena sudah lama merantau makan gudeg sudah berasa kemanisan , tapi teteup kalau ke Jogja wajib makan gudeg.
ReplyDeleteSenangnya meski sebentar singgahnya masih lumayan bisa sempat nenteng belanjaan, ya Mbak, semoga nanti lebih puas keliling kalau ke Jogja lagi
Saya belum pernah ke Jogja dan memang pingin banget ke sana. Kata teman, budayanya masih kental dan harga-harga komoditinya terjangkau. Jadi semakin penasaran melancong ke Jogja.
ReplyDeleteMeskipun sehari Banyak juga ya perjalanannya . Jadi pingin ke Yogya dan nyobain gudeg
ReplyDeleteDuh jadi pingin ke Jogja lagi soalnya terakhir kesana sekitar 5 atau 6 tahun yang lalu bersama anak-anak, aku kurang suka Gudeg tapi di Jogja aku tiap hari nyobain menu Gudeg soalnya enak banget, beda dengan Gudeg di kota tempat aku tinggal. Mudah-mudahan tahun depan bisa mampir di Jogja lagi lebih lama, dan bisa wisata keliling kota.
ReplyDeleteNoted. Aku catet nama gudegnya ah.. Tiap ke Jogja rasanya makan yang ada aja senemunya, nggak pernah nyobain kuliner legendarisnya kecuali bakpia, haha.. Nanti kalo ke Jogja lagi mau nyoba kuliner legendarisnya ah biar kerasa Jogja-nya banget
ReplyDeleteDuh makan gudeg sampe sehari 3 kali, jadi ikutan kriuk..kriuk nih perut. Aku juga suka banget sama gudeg Yogya ini, ternyata kalau di tempatnya langsung emang the best banget, ya, mba. Gudeg Mbok Lindu aku oernah nyoba juga. Di sekitaran UGM juga ada yg enak mba, dan lebih cocok di lidahku. Wah baca ini jadi kangen Jogja...
ReplyDeleteWah, puas ya Mbak menikmati gudeg di Yogya. Semakin lama, Yogya memang selalu seru dan cocok untuk jadi tempat wisata kuliner sekaligus budaya. Sekarang tiap kali ke Yogya saya pun selalu menyempatkan untuk mampir ke deretan pantai selatan-nya yang cantik-cantik atau ke sekitar kaki merapi yang juga banyak tujuan wisatanya.
ReplyDelete