Sebagai seorang dengan karakter plegmatis, saya sadar betul salah satu kekurangan saya adalah jarang berani menerima tantangan dan enggan bersaing dengan orang-orang. Entah ini hanya berlaku untuk saya atau orang lain juga, namun dari dulu setiap kali ada tawaran atau hal-hal yang berbau tantangan saya biasanya akan mundur jika sadar kalau saya tidak akan mampu melakukan tantangan tersebut. Dengan karakter seperti ini, jujur saya merasa agak terbebani karena jadinya sulit untuk berkembang. Apalagi saya juga introvert yang kadang memiliki kesulitan dalam menjalin koneksi dengan orang-orang.
Dalam dunia psikologi sendiri, dikenal ada 4 karakter manusia yakni Koleris, Sanguinis, Melankolis dan Plegmatis. Karakter plegmatis kerap disebut sebagai karakter yang cinta damai dan kerap menghindari konflik. Dengan sifatnya yang cinta damai ini membuat pemilik karakter plegmatis kerap menjadi penengah dalam sebuah masalah. Sayangnya, pemilik karakter ini juga kadang terlihat seolah tidak memiliki mimpi, sulit menentukan pilihan dan tidak pandai memberikan gagasan baru. Ah, sungguh kadang saya frustrasi sendiri dengan karakter plegmatis yang saya miliki ini karena membuat saya jadi sosok yang selalu berhati-hati dan tidak berani mengambil risiko.
Meski cenderung menolak tantangan, bukan berarti semua tantangan enggan saya lakukan. Ada beberapa momen di mana saya dengan sukarela menceburkan diri untuk mencoba hal baru dan tanpa saya sangka eh ternyata saya bisa melakukannya. Biasanya saya menerima tantangan tersebut karena memang benar-benar tertarik dan tidak masalah jika tidak ada pencapaian yang bisa saya dapatkan dari tantangan tersebut. Berikut adalah beberapa tantangan yang pernah saya ambil sebagai seorang plegmatis dan ternyata saya bisa menyelesaikannya.
Mengikuti Kelas Tahfiz Qur'an
Apa yang ada di pikiran kalian jika diajak untuk ikut kelas tahfiz atau menghafal al qur'an di usia yang sudah cukup dewasa? Saya ingat kala itu sekitar tahun 2012 yang lalu (sepengatahuan saya) sebuah lembaga tahfiz baru dibuka di kota saya dan salah seorang teman mengajak saya untuk ikut mendaftar. Ketika mendengar ajakan tersebut reaksi saya adalah, "Hah, menghafal qur'an? Memang bisa?" Maklum saat itu usia saya sudah tiga puluhan dan saya tidak menemukan alasan mengapa harus menghafal al qur'an.
Namun pada akhirnya saya bersedia mengikuti ajakan teman saya itu. Nah, ternyata selain menghafal qur'an saya mendapatkan ilmu baru di kelas tersebut yakni pelafalan makhraj yang benar. Jadi sebelum masuk ke kelas tahfiz kami terlebih dahulu mengikuti kelas tahsin tanpa memandang umur dari peserta. Selama 30 tahun saya cukup percaya diri dengan bacaan qur'an yang saya pelajari di masa kecil lewat TPA. Namun begitu mengikuti kelas tahfiz dan bertemu dengan guru yang benar, saya baru tahu kalau ternyata beberapa pelafalan makhraj saya salah.
Lalu bagaimana dengan kelas tahfiznya sendiri? Apakah berat? Tentu saja. Setelah berhasil lulus di kelas tahsin dan memulai kelas tahfiz, saya dan teman-teman dibimbing oleh ustadzah baru yang memang lulusan dari Mesir. Nah, lewat beliau inilah saya memulai menghafal qur'an dari juz 30, 29, 28 dan seterusnya. Kalau menghafal juz 30 mungkin terbilang mudah karena sebagian suratnya sudah lumayan familiar dan ayatnya pendek-pendek.
Nah, tantangan mulai semakin berat ketika memasuki juz 28 yang merupakan surat Madaniyah yang ayatnya lumayan panjang. Bagi mereka yang memiliki kemampuan menghafal dengan baik, mungkin dalam waktu satu minggu bisa menyetor hafalan 1 halaman. Namun untuk saya yang tidak terlalu kuat menghafal biasanya saat waktunya setoran saya hanya bisa menyetor setengah halaman dan itupun masih ada yang salah. Hehe.
Meski terbilang berat, nyatanya saya bisa bertahan mengikuti kelas tahfiz ini hingga kurang lebih 3 tahun sebelum akhirnya berhenti karena melahirkan anak pertama. Saat itu saya sudah berhasil menghafal juz 30, 29, 28, 27 dan juz 26. Jika dibandingkan dengan teman-teman seperjuangan lain bisa dibilang perkembangan hafalan saya cukup lambat namun saya cukup bangga karena bisa bertahan selama itu mengingat beberapa teman berguguran di tengah jalan karena kesibukannya di dunia kerja atau yang lainnya.
Jika ditanya apakah saat ini saya masih mengingat hafalan yang penah saya setor dulu? Jawabannya adalah ingat namun mungkin hanya juz 30 dan sedikit juz 29. Sejujurnya menghafal qur'an bukan perkara seberapa banyak kita bisa hafal dan menyetor hafalan namun seberapa banyak kita bisa menjaga hafalan tersebut. Karena saya berhenti mengikuti kelas tahfiz otomatis saya jadi tidak punya kewajiban menyetor hafalan dan jadinya saya juga tidak rutin melakukan murajaah. Ah jadi kangen sama teman-teman tahfiz dulu.
Jalan-jalan di kota orang sendirian
Mungkin ini terdengar sepele namun bagi saya yang bukan penggemar traveling, jalan-jalan sendirian itu memerlukan keberanian yang luar biasa. Apalagi saat saya melakoninya dulu juga belum ada aplikasi ojek online yang bisa mempermudah dalam perjalanan. Ada 2 pengalaman yang cukup membekas di kepala saya terkait jalan-jalan sendiri ini yakni saat saya pergi ke Samarinda dan juga saat berada di Surabaya.
Perjalanan saya ke Samarinda terjadi sekitar 10 tahun yang lalu saat saya berniat mengunjungi teman kuliah yang tinggal di sana. Sebenarnya awalnya saya akan pergi dengan seorang teman. Namun teman ini ternyata tidak bisa pergi karena satu alasan. Di saat itulah saya kemudian memutuskan untuk tetap berangkat meski nantinya sendirian di dalam bus.
Selama perjalanan dari Banjarmasin hingga ke Penajam tidak terjadi kejadian yang aneh. Saya duduk berdampingan dengan seorang perempuan yang juga pergi sendiri untuk mengunjungi keluarganya di Penajam. Setelah dari Penajam teman duduk saya berganti menjadi seorang pria yang membuat saya harus mengalami kejadian kurang mengenakkan. Kenapa? Karena si pria ini saat bus dalam perjalanan dari Balikpapan menuju Samarinda saya rasakan berusaha menggesekkan pahanya ke paha saya sambil berpura-pura tidur.
Duh asli perjalanan selama 2 jam tersebut jadi perjalanan yang menegangkan buat saya yang pergi sendirian. Jadilah selama perjalanan tersebut saya berusaha tetap was-was dan terjaga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Puncaknya, secara tiba-tiba si pria ini menggerakkan tangannya ke dekat saya yang membuat saya bereaksi keras karena kaget. "Mau apa nih?" tanya saya spontan. Untungnya tak lama bus tiba di terminal dan kami pun berpisah. Si pria sendiri sebelum berpisah meminta maaf kepada saya yang jujur masih shock dengan kejadian sebelumnya.
Pengalaman berikutnya saat saya berada di Surabaya untuk menghadiri pernikahan salah satu teman. Saat itu saya sebenarnya berangkat dengan adik saya dan temannya. Namun di hari ke tiga saya memutuskan berpisah untuk menyusuri kota sendirian. Saat itu tujuan saya adalah toko buku dan kebun binatang yang lokasinya di jalan Darmo Surabaya.
Bermodal tanya-tanya dengan orang di jalan, saya pun memberanikan diri untuk naik bus dari salah satu mal di Surabaya menuju toko buku yang saya tuju. Alhamdulillah di dalam bus ada seorang pria yang berbaik hati memberi tahu saya harus berhenti di halte mana. Setelah selesai berbelanja ke toko buku, tujuan saya selanjutnya adalah Kebun Binatang Surabaya yang ternyata lokasinya tak jauh dari toko buku. Berhubung hari sudah sore saat saya mengunjungi kebun binatang tersebut sudah cukup sepi jadilah saya berjalan-jalan sendirian di tengah kebun binatang.
Setelah puas melihat-lihat maka waktunya untuk pulang. Nah, untuk perjalanan pulang ke penginapan ini saya akhirnya naik angkot dengan jurusan yang diinformasikan oleh orang yang saya tanya di jalan. Saya lupa angkot jurusan apa yang saya gunakan namun saya ingat begitu turun dari angkot saya masih harus naik becak lagi untuk bisa sampai ke penginapan. Alhamdulillah misi hari itu selesai yakni berani menyusuri kota orang sendirian meski harus tanya sana sini untuk tahu jalannya.
Kesimpulan
Demikian sedikit cerita saya yang memiliki karakter plegmatis tentang beberapa tantangan yang berhasil saya lewati sebagai seorang plegmatis. Jadi meski terlihat seperti orang yang tak suka menerima tantangan, nyatanya dalam beberapa kasus saya berhasil mencoba tantangan yang diberikan kepada saya. Bedanya mungkin dalam mengambil tantangan ini saya akan memilih yang risikonya paling kecil dan penuh perhitungan sementara bagi karakter lain akan mengambil tantangan yang paling menantang baginya. Satu hal yang saya sadari, sebagai seorang plegmatis saya termasuk orang yang cukup persistent dalam menjalani sebuah tantangan.
Saat ini sendiri ada beberapa tantangan lain yang masih belum berhasil saya selesaikan yakni menyelesaikan novel yang sudah mandeg bertahun-tahun dan juga menyetir sendiri setelah sebelumnya mengikuti
kursus mengemudi. Bagaimana dengan teman-teman sekalian? Ada pengalaman terkait tantangan dalam hidup?
Baca Juga
40 Comments
Bravooooo!!
ReplyDeleteSuper senaaangg ya mbaaa klo kita bisa merayakan "kemenangan2 kecil" kyk gini
Aku juga mau inget2 lagi ahhh
kira2 apa hal yg pernah aku rasakan kyk gini.
Sesama orang plegmatis, hadirrr !
ReplyDeleteKeren bisa menantang diri sendiri mbak, tantangan² yang mba antung lakukan, masih terasa super buat saya. Saking plegmatisnya saya kurang suka traveling, takut liat orang berselisih, dan cenderung memendam masalah.
Tapi beberapa aktivitas saya memaksa saya untuk keluar dari zona nyaman, mau nggak mau harus dilakukan, dan ternyata bisa !
ya ampun sama banget sama aku, mbak. kadang mau curhat aja mikirnya lama banget. haha
DeleteIkut deg2an baca cerita Mbak jalan-jalan sendirian. Alhamdulillah bisa menaklukan rasa khawatir, cemas dan keluar dari zona nyaman. Pasti rasanya senggak nyaman itu ya, tapi setelah berlalu lega banget rasanya.
ReplyDeleteIni Ima btw, don't know why kok nggak ke komen pake akun Google. Hiks!
DeleteSamaan Mbak donk kita. Kadang memang harus memaksa pake banget diri sendiri terlebih dahulu untuk menaklukan challenge kan ya, Mbak
ReplyDeleteAnyway selamat sudah bisa break your limit lo, Mbak Antung🙌
Plegmatis damai ini kalo kubayangin kayak berat banget harus nahan emosi dan ekspresi hahaha. maksudku dia lebih suka menahan diri ketimbang ribut gitu ya kann
ReplyDeleteKak Antung mandiri dan berani sekali..
ReplyDeleteAku kalau di kota yang bukan kota-ku uda jiper duluan siik..
kek yang mending ikut itin dari penyelenggara.
Karena sejujurnya, aku belum pernah solo travelling. Selalu butuh temen buat dampingin. Soalnya aku beneran orang yang paling buta arah, meski uda ada gmaps.
Selamat mencoba banyak hal baru dan konsisten di dalamnya ya, kak..
Sangat menginspirasi sekali.
Sebenarnya yang kita lakukan adalah mencoba. Kadang belum mencoba udah kebayang ini itu padahal setelah dijalani gak semenakutkan yang kita pikirkan ya mbak.
ReplyDeleteWah keren bisa menantang diri sendiri mba. Ngeri juga ya kalau bepergian sendirian terus ketemu orang kurang ajar gitu entah dia sengaja atau tidak. Saya pernah tuh naik travel dari klaten ke Semarang berdua dengan balita saya saja. Karena mabok, penuh sesak dan duduk diapit laki-laki saya memutuskan turun dan minta jemput suami. Padahal perjalanan masih sejam lebih.
ReplyDeleteMantaappp... Salut bener Masya Allah.. menghafal Alquran itu tantangan berat loh. Dan aku belum mampu ke sana. Semoga habis ini makin berani ambil tantangan ini. Ya mulai dari tahsin dulu ya. Betulin bacaan yang sok pede saya baca dengan benar. Satu lagi, mengemudi. Haha.. kalau orang lain lulus dalam 10 kali sesi kursus saya remidi sampai butuh sekitar 17 sesi. Tapi bangga loh sekarang sudah berani nyetir sendiri.
ReplyDeleteaku ada tips buat nggak diisengin orang kalau jalan sendirian kak. pura-pura jutek, suara dikerasin, merengut jadi orang yang disebelah kita nggak macam-macam wkwkwkw padahal aku aslinya kalem dan lemah lembut banget. hihihi
ReplyDeleteSaya kayaknya bukan plegmatis deh, tapi saya juga malas bersaing. Eh malas sama nggak suka beda yak, wkwkwkwk.
ReplyDeleteSaya juga nggak suka jalan-jalan, well setidaknya tidak terlalu suka. Jika ada pilihan jalan-jalan atau nonton film? ya tentu saja nonton film sendiri, waakakaak.
Btw, semakin dewasa, rasanya kita emang wajib mendobrak karakter kita ya, apalagi jika kita menjadi ibu. Keren kalau bisa mengalahkan hal-hal yang menjadi tantangan buat kita
Wah jadi punya gambaran tentang psikologi. Baru tahu dengan plegmatis seperti ini. Oh ya ternyata sifat bawaan itu bisa dilawan ya
ReplyDeleteMasya Allah 5 juz dalam 3 tahun dan disebut cukup lambat. Wah itu mah keren mbakk.. iyup sejatinya kita tidak tahu sampai mama batas kemampuan kita jika kita belum mencoba.
ReplyDeleteWah, aku jiga gaksuka tantangan, pantesan gak maju-maju.
ReplyDeleteAku jadi inget adekku. Plegmatis juga ga enakan ga, susah bilang enggak. Tapi jangan jadi alasan juga ya buat ga berkembang, i lkve your effort mbak antung. Semoga kita juga bisa pribadi yang lebih baiksehat lagir dan batin
ReplyDeleteSebenarnya aju nggak tahu ya ada di tipe karakter yang mana. Tapi suka ngga enakan, nggak suka dengan tantangan juga, maunya ya tanpa tekanan aja, udah. Tapi yah hidup kan nggak semaunya aja ya, jd berusaha terus ngembangin diri dan mindset.
ReplyDeleteSepertinya kita sama ya mbak, cenderung menghindari yang sifatnya kompetitif alias ngak terlalu suka bersaing, lebih memilih porsi yang bisa dikerjakan dengan nyaman. Aku sadar hal ini dan terkadang meski tidak nyaman beberapa kali mencoba sedikit tantangan meski berhasil tapi akan kembali ke settingan default. Jalan sendiri juga kerap saya lakukan untuk memberi tantangan diri sendiri tapi suamiku malah suka khawatir.
ReplyDeleteMba kamu kebalikanku wkwkwk, aku melankolis-sanguinis, lebih aneh lagi karena keduanya itu saling berkebalikan. Setahuku tiap orang ada 4 kepribadian itu, cuma mana yang lebih dominan cuma satu atau dua
ReplyDeleteAt any rate aku senang sama solo trip haha. Udah lama euy, moga-moga ada kesempatan ngelakuin lagi.
ReplyDeleteSaya blm pernah test secara khusus sih, tapi sepertinya saya tipe plegmatis juga yg males banget terpapar konflik dan sering dibilang tak berambisi hehe.. Terimakasih sharingnya mba, jadi pengen tahu juga karakter saya yg sebetulnya
ReplyDeleteEntah aku ikut yang mana mbk,, keknya sih Plagmatis juga deh, kalau soal ngehadapi tantangan tuhh aku dulu juga pernah, gara2 udah kerja dan pertama kali punya motor dan baru belajar saat itu jugaa,, itu tantangan banget , tapi alhamdulillah bisa melewati
ReplyDeleteMbak Antung keereen banget bisa ikut kelas tahfidz dan menghafal di juz Alqu'an tersebut, Masyaallah
Aku tahun ini sedang ingin menantang diriku untuk solo traveling di negara orang, karena selama ini masih sama keluarga atau teman. Kadang memang suka ada rasa ragu untuk melakukan sesuatu yang baru ya mbak. Tpai kalau tidak dicoba kita gak akan pernah tau.
ReplyDeleteBetul bgt, menjaga hafalan jauh lebih sulit dibanding setoran, kalau untuk setoran mungkin bisa dikebut ya, tapi kalau ngga dimurojaah, bisa2 setoran hari ini, besok bisa hilang lagi, heuu
ReplyDeleteCocok nih kalau suruh diskusi sama suami yang tertarik banget dnegan pembahasan berbau psikologi kayak gini dan saya mah cuma jadi pendengar setia kalau ada pembahasannya
ReplyDeleteSenang ya mb kalau bisa melewati tantangan diagnosa, memang karakter itu tidak harus diikuti tapi kalau ada sisi yang kiranya kurang, diperbaikin dengan melewati batas yang katanya tidak bisa, Insaallah pasti bisa
ReplyDeleteKalau jalan-jalan di kota orang sendirian juga saya gak berani, Mbak. Makanya gak pernah minat solo travelling. Tapi, kalau di kota sendiri udah lumayan sering. Kalau untuk nyetir, rasa percaya diri saya baru muncul setelah ikut kursus. Padahal sebetulnya udah bisa. Tapi, baru beneran berani keluar setelah ikut kursus dulu
ReplyDeleteKalau jalan sendiri itu memang harus siap sih ya Mbak, harus jaga diri dengan segala kemungkinan. Duh saya jadi deg-degan lho di part perjalanan di bus itu dan ada cowok yang punya kelakuan kayak gitu.
ReplyDeleteNgomongin mengemudi saya pun juga masih belum bisa nih mengemudi walau udah kursus juga huhuhuh
Saya juga ada karakter plegmatisnya, Mbak ... saya tidak suka berada di tempat yang banyak orangnya. Gak suka pergi ke acara keluarga juga hehe. Tapi mungkin karena saya punya karakter melankolis yang lebih kuat, saya mencoba menantang diri sendiri.
ReplyDeleteMba Antung hebat, sudah punya keberanian untuk menyusuri satu kota yang nggak begitu dikenal sendirian. Sampai sebesar ini aku masih belum berani benar benar seorang diri sih. Pengalaman di perjalanan memang kadang nggak selalu nyaman, kayak Mba yang ketemu pria di dalam bus itu. Duuuhh bikin nggak tenang.
ReplyDeleteSaya termasuk org yg plegmatis juga kayaknya, karakternya mba sama peesis seperti saya, di saat saya berani menerima tantangan, tapi kemudian seringnya berhenti di tengah jalan, hehe.
ReplyDeletemenantang diri sendiri itu memang PR ya, tapi kalau kita berhasil rasanya bangga dong ama diri sendiri, bisa kalahkan segala kekurangan yang ada pada diri.
ReplyDeleteSaya nggak tahu tipenya apa ya, ada miripnya juga sih ama plegmatis. Kadang males ribut gitulah dan nyaman sendiri alias introvert. Memang kadang butuh tantangan buat buat diri sendiri sih biar keluar dari zona nyaman
ReplyDeleteKalau ke luar kota terus jalan² sendiri wah salut daku sama mbak Antung soalnya daku belum tentu seberani itu hehe.
ReplyDeletePokoknya yang penting tetap berdoa ya dimanapun berada
salut mba dengan konsistensinya. memang kalau orang plegmatis tantangannya di situ ya.. kudu berani menchallenge diri sendiri juga
ReplyDeleteAku juga punya pengalaman kayak mbak Ayana nih ikut kelas tahfiz atau menghafal al qur'an di usia yang sudah cukup dewasa. Nah, al fatihah diulang berminggu minggu baru pindah, padahal selama ini rasa udah bener
ReplyDeleteHebat banget Mba ke kota lain sendirian, ini sih tantangan yg menguji nyali banget. Tapi ya hitung hitu solo traveling yah tambah pemgalaman baru tambah teman juga
ReplyDeleteSaya suka jalan jalan sendiri di kota orang.. lebih enak aja jalan sendirian, bisa suka suka saya mau kemana dan jam berapa trs mau makan apa.. soalnya saya suka menyalahi rencana.. nah jarang temen yang bisa fleksibel.. tapi saya gak tau karakter saya plegmatis atau bukan
ReplyDeleteBelum pernah coba jalan-jalan sendiri ke kota lain tapi bisa jadi tantangan tersendiri sih ini dan bakal jadi pengalaman yang seru juga cuma emang butuh keberanian ya
ReplyDelete