Bagi saya sendiri, menonton film bukan sekadar aktivitas duduk manis sambil menikmati cerita tanpa mendapatkan apa-apa dari film tersebut. Saat menonton film bertema pernikahan, misalnya. Saya akan berusaha menemukan pelajaran hidup dari bagaimana sepasang suami istri menjalani kehidupan pernikahan lengkap dengan bumbu-bumbunya. Ada yang mungkin berakhir bahagia, ada juga yang harus berakhir berpisah.
Tak hanya film drama, bahkan kadang film dengan tema horor dan komedi juga bisa memberikan kita pelajaran dalam hidup lewat adegan-adegan yang diselipkan dari film tersebut. Selain itu ada juga film biografi yang selalu berhasil memberikan inspirasi bagi kita lewat kisah perjuangan tokoh utamanya dalam mencapai sebuah prestasi. Karena itulah bagi saya sebuah film yang baik tidak hanya diukur dari seberapa banyak penonton yang dicapainya namun bagaimana film tersebut bisa memberikan pengaruh dalam pola pikir dan kehidupan kita.
Forum Sineas Banua, wujud kepedulian terhadap apresiasi film di Kalimantan Selatan
Berbicara tentang perkembangan dunia perfilman lokal, tentunya saat ini kita bisa cukup berbangga karena film buatan sineas kita semakin bisa diterima di masyarakat. Selepas era pandemi, pecinta film sudah bisa kembali ke bioskop untuk menonton berbagai film terbaru yang dirilis, termasuk juga film Indonesia. Bahkan beberapa film kita juga memiliki jumlah penonton yang cukup fantastis dengan cerita yang juga sangat berkualitas.
Jika untuk dunia film nasional menunjukkan perkembangan yang baik, lalu bagaimana dengan perfilman lokal? Terutama untuk daerah saya sendiri yakni Kalimantan Selatan? Nah pertanyaan ini terjawab ketika saya berbincang dengan Zainal Muttaqin, sosok inspiratif sosok inspiratif di balik berdirinya Komunitas Forum Sineas Banua yang ada di Kota Banjarmasin.
Siang itu, sesuai dengan rencana saya akhirnya bisa bertemu dengan Zainal Muttaqin. Pria yang kini menjadi pengajar di jurusan Produksi dan Siaran Program Televisi di SMKN 3 kota Banjarmasin ini menyambut saya di salah satu ruang kelas bersama para siswa yang sedang mempersiapkan diri untuk tugas kelas mereka. Sambil memperhatikan para siswa yang sedang bersiap ini melakukan adegan, saya pun mulai berbincang terkait lahirnya Forum Sineas Banua di Banjarmasin beberapa tahun sebelumnya.
Forum Sineas Banua merupakan sebuah komunitas yang lahir setelah Zainal dan beberapa teman lain yang tergabung dalam Photography, Conceptual & Cinematography (PCC) Community Banjarmasin selesai mengikuti pelatihan dari Pusat Pengembangan Perfilman dari Kemendikbud sekitar tahun 2015 lalu di kota Bogor. Di sela-sela pelatihan tersebut, Zainal dan ketiga temannya melakukan melakukan sebuah acara screening film yakni menonton bersama film yang mereka miliki untuk kemudian dijadikan sebagai bahan diskusi bersama. Dari sinilah kemudian terlahir ide untuk mengadakan kegiatan yang sama saat kembali ke kota Banjarmasin.
Bermula dari kegiatan nonton film bareng bernama Layar Banjar yang ternyata mendapat sambutan baik dari pecinta film di kota Banjarmasin, Zainal dan teman-temannya kemudian berinisiatif untuk mendirikan sebuah komunitas independen yang khusus bergerak di bidang diskusi seputar film. Komunitas ini kemudian diberi nama Forum Sineas Banua yang resmi berdiri pada 24 Juli 2016 dengan program utamanya yang disebut Ngofi atau Ngobrol Film yang diadakan secara rutin di berbagai tempat yang ada di kota Banjarmasin maupun Banjarbaru.
Dalam kegiatan Ngofi yang menjadi program Forum Sineas Banua, penonton akan diajak untuk menonton berbagai film baik itu film lokal maupun film internasional dan setelahnya melakukan diskusi terkait tema dan pesan yang dibawa oleh film. Selain bisa diikuti oleh masyarakat umum, acara Ngofi juga biasanya diisi oleh berbagai narasumber yang terkait dengan tema film yang ditonton. Tak hanya program Ngofi, Forum Sineas Banua juga memiliki berbagai program lain yang bekerja sama dengan penggiat perfilman di Banjarmasin seperti Festival Film Aruh Kalimantan dan Layar Film Banjar yang merupakan acara pemutaran untuk film-film dari Kalimantan Selatan.
Sebagai komunitas yang bergerak di bidang apresiasi dan literasi perfilman, Forum Sineas Banua memiliki 3 tujuan dalam pendiriannya yakni edukasi seputar dunia perfilman, ekshibisi dan apresiasi dalam bentuk kegiatan nonton bareng di Ngofi ataupun Layar Film Banjar dan juga kegiatan pustaka yakni melakukan pengarsipan terhadap film-film dari sineas lokal dan juga buku-buku yang berhubungan dengan dunia film. Dengan hadirnya Forum Sineas Banua ini pastinya memberikan angin segar bagi para penggiat film lokal untuk bisa terus menghasilkan karya yang berkualitas.
Dari jurusan Kesehatan Masyarakat banting setir ke dunia literasi film
Saat berbincang dengan Zainal Muttaqin terkait kiprahnya dalam membangkitkan dunia literasi perfilman di Banjamasin, saya cukup tergelitik untuk menanyakan latar belakang pendidikan pria muda ini. Mengingat jurusan broadcasting dan film juga masih baru ada di SMK tempatnya mengajar, tentunya saya penasaran bagaimana dia bisa terjun ke dunia literasi film ini.
"Wah, saya aslinya dari jurusan kesehatan masyarakat, Mbak. Tapi memang dari awal kuliah sudah tertarik dengan dunia foto dan sambil kuliah bergabung dengan komunitas PCC," begitu jawabnya saat saya menanyakan perihal tersebut. Saya tersenyum mendengar pengakuannya tersebut. Memang kadang tak selalu profesi yang kita jalani berhubungan dengan latar belakang pendidikan kita.
Keterlibatan Zainal dalam dunia literasi perfilman lokal tentunya tak terlepas dari kecintaannya pada dunia fotografi. Saat masih bergabung di PCC Community, Zainal sudah mulai membuat
berbagai slide foto yang digabungkan menjadi sebuah video untuk
keperluan komunitasnya hingga akhirnya mencoba membuat film pendek. Baru
kemudian setelah mengikuti berbagai pelatihan dari Pusat Pengembangan
Perfilman dari Kemendikbud modal dasar dari Zainal untuk memantapkan
diri terjun dan membuat filmnya sendiri yang bertema dokumenter. "Kalau ditotal ada 4 kali kami mengikuti pelatihan dari Pusbang Film ini," begitu paparnya.
Fim dokumenter berjudul "Jumat Kelabu Short Film Documentary" merupakan karya pertama Zainal Muttaqin yang menghadirkan sejumlah wawancara dari para sosok yang pernah menjadi saksi dari sebuah peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di kota
Banjarmasin pada 23 Mei 1997. Di masa itu, terjadi kerusuhan yang bermula dari kampanye salah satu partai politik setelah salat Jum'at. Kampanye yang mulanya berlangsung ramai itu kemudian berakhir dengan terbakarnya berbagai pusat perbelanjaan dan jatuhnya ratusan korban meninggal dan hilang tanpa diketahui rimbanya.
Film dokumenter ini kemudian diputar
secara offline di kafe dan mendapat sambutan yang sangat baik dari penonton hingga harus diadakan beberapa sesi untuk menampung pemintaan yang membludak. Selama beberapa tahun, film dokumenter "Jumat Kelabu Short Film Documentary" ini diputar di kampus maupun sekolah sebagai bahan pembelajaran sejarah kota Banjarmasin. Baru kemudian setelah pandemi melanda, Zainal memutuskan menayangkan film dokumenter ini di youtube dan memperoleh jumlah tayangan hingga 6000 penonton di hari pertama penayangannya.
Saat ditanya tentang perkembangan dunia film di Banjarmasin, Zainal dengan bangga menyebutkan kalau sekarang dunia perfilman di kota Seribu Sungai sudah jauh berkembang dibanding beberapa tahun sebelumnya. "Sewaktu kami masih di komunitas PCC, di Banjarmasin masih booming dunia fotografi, belum banyak yang tertarik di dunia film," begitu jawabnya.
Seiring dengan semakin dikenalnya Forum Sineas Banua yang didirikannya, Zainal dan beberapa pendiri Forum Sineas Banua juga berkesempatan menjadi juri di ajang festival sekolah bernama Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FL2SN) yang salah satu lombanya adalah film pendek. Kehadiran festival seni dengan lomba film pendek ini kemudian memunculkan berbagai bakat dan peminat potensial di bidang perfilman di sekolah-sekolah yang ada di Kalimantan Selatan. Dari sinilah juga kemudian hadir jurusan perfilman di beberapa SMK di kota Banjarmasin yang pastinya menjadi wadah belajar bagi siswa yang ingin terjun sebagai pembuat film.
"Dari awal berdiri FSB memang mengambil tempat di non-produksi. Jadi biar teman-teman PH saja yang produksi. FSB memilih mengambil beban untuk apresiasi dan ekshibisi karena kalau semua terlibat di produksi film maka tidak ada yang akan memberikan apresiasi supaya ekosistemnya jalan," begitu tutup Zainal dalam perbincangan kami siang itu seiring dengan azan salat Jum'at yang mulai terdengar.
Sebagai wujud penghargaan atas kontribusinya dalam melahirkan komunitas yang bertujuan meningkatkan apresiasi dan literasi terhadap dunia perfilman lokal, Zainal Muttaqin berhasil mendapat penghargaan SATU Indonesia Award Provinsi di bidang pendidikan pada tahun 2017 lalu.
17 Comments
Beliau masih muda ya ternyata. Mudah-mudahan forum ini bisa berdiri seterusnya dan ada bibit2 baru untuk support dan terus menggerakkan forum ini. Thanks to foundernya ya mbak
ReplyDeleteKeren latar belakang Kesmas biss terjun ke dunia fotografi dan perfilman. Berharap ada murid2nya kelak bisa menjadi sutradara, producer, atau peran apapun di depan dan di belakang layar film Indonesia..aamiin
ReplyDeleteKeren latar belakang Kesmas biss terjun ke dunia fotografi dan perfilman. Berharap ada murid2nya kelak bisa menjadi sutradara, producer, atau peran apapun di depan dan di belakang layar film Indonesia..aamiin
ReplyDeleteKeren banget nih, kesimpulannya apapun latar belakang pendidikannya selama punya passion di bidang lain dan terus diseriusin bisa juga terwujud kaya pak Zainal ini ya. Salut deh
ReplyDeleteWow seru juga nih bisa ketemu Zainal Muttaqin. Jadi pengen juga nonton film Jumat Kelabu. Kejadian yg terjadi di Banjarmaain tahun 1999 itu ya kalo gak salah? Kabarin ya kalo ada pemutaran ni film.
ReplyDeletePastinya sosok Zainal Muttaqin dapat dicontoh sama yang lain nya juga, karena banyak anak muda yang memiliki bakat tapi bingung untuk menyalurkan bakatnya kemana yang ujungnya terpendam begitu aja.
ReplyDeleteKarrna film lokal terkadang gak kalah keren sama film' yang sering kita tonton
Mbak Antung mainnya jauh, sampai ke komunitas film yaa. seneng liat anak muda kreatif seperti ini
ReplyDeleteLihat Mas Zainal Muttaqin, jadi ingat saya beberapa belas tahun lalu pas masih senang bikin film indie. Rasanya emang menyenangkan bisa berkarya dan menelurkan kreatifitas jadi sebuah film. Sampai2 dulu saya bercita2 jadi sineas tapi malah nyemplung di dunia broadcast.
ReplyDeleteSukses terus untuk memajukan perfilman, semakin berkembang untuk forum. Keren mas zainal, masih muda udah sukses
ReplyDeleteIndonesia lebih banyak membutuhkan Zainal Muttaqin lagi ya mbak untuk menghasilkan film yang berkualitas. Semoga sosok inspiratif ini lebih banyak mendukung hadirnya perfilman yang ditonton oleh lebih banyak masyarakat Indonesia
ReplyDeleteDunia perfilman nasional harus mengapresiasi akan ide dan kreativitas Zainal muttaqin ini ya mbak
ReplyDeleteKeren kalau ada putra daerah seperti ini. Bikin daerahnya bangkit pelan pelan dan masyarakatnya makin paham akan berbagai bidang.
ReplyDeleteWooow akhirnya ada juga yang bergerak di bidang apresiasi dan literasi perfilman untuk lokal !
ReplyDeleteSalut ama Forum Sineas Banua apalagi denga 3 tujuan dalam pendiriannya yakni edukasi seputar dunia perfilman, ekshibisi dan apresiasi dalam bentuk kegiatan nonton bareng, kebayang serunya sih!
waaawww dari Kesmas bisa ke perfilm an, sungguh di luar jalur tapi aktivitasnya kerennnnn,
ReplyDeleterini
Aku selalu salut dengan orang yang berani mengambil sebuah gebrakan begini.. dari yang awalnya Jurusan Kesehatan Masyarakat kemudian masuk dunia literasi perfilman di Banjamasin,
ReplyDeleteFilm ini bisa menjadi media untuk menyuarakan isi pikiran dan pendapat tanpa menyakiti siapapun dan bahkan bisa membuka hati penonton akan sudut pandang tertentu.
Sukses selalu untuk Mas Zainal Muttaqin.
Semoga semakin banyak karya yang menginspirasi masyarakat Indonesia terutama anak muda untuk produktif berkarya.
MAsyaAllah semoga banyak lagi sosok-sosok macam begini yang mendobrak dengan kreatif. Aku sebagai yang menikmati film turut bahagia
ReplyDeleteWah, bangga juga Kalimantan Selatan punya sosok seperti Zainal Muttaqin ini, sehingga bisa meng-create film dengan kearifan lokal juga
ReplyDelete