Beberapa waktu yang lalu, perusahaan tempat saya bekerja membuka lowongan untuk beberapa puluh posisi. Setelah mengecek kualifikasi yang diperlukan untuk setiap posisi, saya segera menghubungi adik laki-laki saya dan menyarankannya untuk segera membuat lamaran. Kebetulan salah satu lowongan memerlukan kualifikasi SMK Teknik Mesin yang memang menjadi jurusan pilihan adik saya saat SMK dulu.
Benarkah kita dilarang marah?
Di hari terakhir pendaftaran, adik laki-laki saya tiba-tiba mengirimkan pesan. "Ijazah SMK-nya hilang! Sudah dicari ke seluruh rumah tapi nggak ketemu! Begitu isi pesannya. Saat itu hari sudah malam dan jelas tidak mungkin baginya untuk mengurus administrasi terkait ijazah yang hilang tersebut. Entah kemana adik saya menyimpan ijazah SMK-nya tersebut. Yang jelas dengan ketiadaan ijazah ini, hilang sudah kesempatannya untuk bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi dari yang sekarang.
Membaca pesannya tersebut jujur membuat saya sangat kesal. Adik saya memiliki waktu kurang lebih 4 hari untuk menyiapkan berkas untuk melamar pekerjaan dan dia malah baru sadar ijazah SMK-nya hilang di hari terakhir. Ingin rasanya besok harinya saya datang ke rumah ibu saya dan mengomelinya karena keteledorannya tersebut. Namun setelah berpikir kembali, rencana tersebut akhirnya urung saya lakukan. Saya berpikir adik saya pasti sudah cukup merasa terbebani karena kehilangan kesempatan bekerja di tempat yang lebih baik dan jika harus saya marahi lagi pasti akan semakin membuatnya kesal. Saya hanya bisa berharap peristiwa ini bisa lebih menyadarkannya dan membuatnya menjadi pribadi yang lebih baik.
Dalam kesempatan lain, saya dan beberapa teman mengalami konflik dengan salah satu teman kami. Saat itu terjadi kesalahpahaman terkait rencana nonton film yang rencananaya akan kami tonton bersama. Rencananya kami akan nonton bersama namun karena satu hal rencana tersebut batal dan kami memutuskan untuk nonton sendiri-sendiri saja. Sayangnya kami lupa mengabarkan perubahan rencana tersebut dan sebaliknya teman tersebut juga tak bertanya lagi tentang kelanjutan rencana nonton.
Saat tahu kami nonton sendiri-sendiri, teman saya yang merasa tidak dikabari soal perubahan rencana kemudian marah-marah di grup whatsapp dan menuduh kami tidak peduli padanya. Padahal sejak awal kami sudah memberitahunya untuk melakukan pemesanan tiket sendiri namun tak dilakukannya. Omelannya membuat hati panas dan saya pun memutuskan keluar dari grup tersebut.
"Kenapa Antung keluar dari grup?" begitu tanyanya pada teman yang lain.
"Dia nggak tahan baca omelanmu," balas teman saya itu.
"Kan omelannya sudah selesai," jawabnya lagi.
Mengetahui jawabannya ini saya sungguh tak habis pikir. Bagi saya jawaban dari teman saya yang marah-marah itu menunjukkan ketidakpeduliannya pada perasaan orang lain. Bagaimana mungkin dia merasa masalah selesai dengan dia marah-marah tanpa perlu meminta maaf? Teman kami itu mungkin merasa lega karena telah meluapkan kesalahannya namun di lain pihak dia sebenarnya juga telah melukai perasaan orang yang dimarahinya.
Di sisi lain, kami juga mungkin salah karena tak memberi kabar lanjutan terkait perubahan rencana. Pada akhirnya karena kemarahan yang diluapkan ini hubungan pertemanan pun jadi renggang hingga kini.
Benarkah kita dilarang marah?
Dalam keseharian, pastinya ada momen di mana emosi kita meninggi bahkan mungkin berada di luar kendali. Beban pekerjaan, rumah yang berantakan, rekan kerja yang menyebalkan hingga anak-anak yang rewel bisa menjadi pemicu munculnya emosi dalam diri. Kadang ada masanya kita bisa menahan diri untuk tidak marah, namun kadang jika emosi sudah tak terkontrol maka akan muncul tindakan seperti bentakan bahkan mungkin kata-kata kasar.
Saya jadi ingat dalam salah satu ceramah agama disampaikan oleh seorang Ustad di kantor. Beliau menyampaikan salah satu hadist Rasulullah tentang larangan untuk marah. "Jangan marah, maka bagimu surga," begitu bunyi hadist tersebut. Hadist yang sangat singkat namun sangatlah mengena. Selain hadist di atas masih ada beberapa hadist lain dan juga ayat dalam al qur'an tentang keutamaan menahan amarah bagi seorang muslim.
Mendengar hadist ini, salah satu rekan senior kemudian berkata, "Tapi kalau misalnya marah tidak dikeluarkan bukannya akan berdampak ke mental kita? Kalau rasa marah kelamaan dipendam bukannya nanti akan meledak? Makanya kan ada orang yang dibolehkan banting-banting barang gitu kalau lagi marah?" Begitu kira-kira tentangan yang diucapkan rekan kerja tersebut.
Saya hanya bisa manggut-manggut mendengar argumen rekan kerja tersebut. Waktu itu saya tidak tahu harus berargumen apa mengingat keterbatasan ilmu yang saya miliki. Nah, setelah berpikir-pikir kembali, saya akhirnya menemukan jawabannya. Larangan untuk marah yang disebutkan dalam hadist tersebut adalah dalam konteks melampiaskan emosi kepada orang lain tanpa berpikir dahulu. Ketika emosi sedang menguasai diri, tak jarang orang mengucapkan kata-kata kasar yang mungkin akan menyakiti orang lain. Bahkan berdasarkan penelitian, seorang anak yang dimarahi orang tuanya bisa mengakibatkan kerusakan pada sel otaknya dan juga melahirkan inner child yang negatif dalam dirinya.
Tenangkan diri, redakan amarah
Lalu apa yang harus dilakukan jika marah sedang melanda kita? Berdasarkan beberapa sumber yang saya baca, berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meredakan amarah kita:
Tarik nafas dan tenangkan diri
Hal pertama yang dilakukan saat emosi sedang menguasai hati dan pikiran adalah dengan menenangkan diri. Tarik nafas dalam-dalam sehingga oksigen bisa masuk lebih banyak ke dalam tubuh dan menurunkan ketegangan yang ada. Selain dengan menarik nafas dalam-dalam, membaca ta'awudz dan berwudhu juga menjadi beberapa cara yang dianjurkan untuk meredakan kemarahan bagi mereka yang beragama Islam.
Berjalan-jalan dan mencari udara segar
Cara kedua yang bisa dilakukan untuk meredakan amarah adalah dengan mencari udara segar. Kita bisa melakukannya dengan berjalan-jalan di taman atau tempat lain dengan tujuan menjauhkan diri dari sumber kemarahan. Dengan berjalan-jalan dan menjauhi sumber kemarahan ini pastinya akan membuat pikiran jadi lebih jernih dan membuat kita bisa memandang masalah dengan lebih baik.
Ubah posisi tubuh menjadi lebih rendah
Selain dengan berjalan-jalan, cara lain untuk meredakan amarah adalah dengan mengubah posisi tubuh kita menjadi lebih rendah. Jika sedang dalam posisi berdiri maka ambil posisi duduk lalu jika saat marah kita dalam posisi duduk maka ambil posisi berbaring. Ada beberapa alasan mengapa kita dianjurkan untuk "merendahkan diri" saat sedang marah.
Orang yang sedang marah memiliki kecenderungan ingin jadi lebih tinggi. Dengan posisi yang tinggi, orang akan lebih mudah meluapkan amarahnya. Selain itu posisi berdiri juga membuat seseorang lebih mudah bergerak dan memukul. Dengan mengubah posisi tubuh menjadi lebih rendah akan menghalanginya dalam melakukan hal negatif seperti memukul
Dengarkan musik atau aktivitas lain
Musik juga bisa menjadi media untuk meredakan amarah kita. Saat emosi mulai melanda kita bisa mengalihkan kemarahan dengan mendengarkan musik dengan irama yang menenangkan agar tubuh juga mengikuti ritmenya. Dengan mendengarkan musik maka diharapkan emosi yang sempat meninggi bisa berkurang dan kita bisa berpikir lebih jernih sebelum berbicara.
Layaknya emosi yang lain, rasa marah yang ada di dalam diri sejatinya juga layak untuk mendapat validasi dan tidak boleh dipendam. Namun tentunya dalam diperlukan manajemen emosi yang baik dalam mengelola rasa marah ini agar tak merugikan diri kita sendiri dan orang lain. Tulisan ini sejatinya juga menjadi pengingat bagi diri saya sendiri agar bisa lebih pandai dalam mengelola emosi diri.
29 Comments
Musik emang bikin semua bisa jadi netral lagi, baik itu marah sedih ataupun bahagia.. Musik memang selalu menemani banget deh, yang penting lagunya pas dan ngena di hati.. hihi
ReplyDeleteSebagai pemarah, aku masih perlu belajar banyak memanajemen emosi. Anehnya, saat marah, saya bisa tiba-tiba menjadi sangat sedih lalu gembira. Mood swing
ReplyDeleteMarah itu energinya besar banget. Saya juga masih belajar untuk meminimalisir marah. Kaka udah marah itu akal sehat gak bisa jadi dominan yang jadi dominan adalah hawa nafsu.
ReplyDeletesaya nih Mbak, masih sering gak bisa kontrol emosi saat marah.
ReplyDeletepaling sering sih banting pintu dan suara kencang *ups.
makasih ya Mbak udah ingatin dengan tips mengelola emosinya ini, semoga saya pun juga bisa menerapkannya :)
Aku juga suka sebel kalau ada yang marah-marah terus kalau uda selesai, dia gak merasa perlu minta maaf. Hwat?
ReplyDeleteKamu gasadar tadi sudah menyakiti rang-orang di sekitarmu?
Ini jadi pembelajaran banget sih..
Marah juga perlu berpikir dulu. Bijaknya mengeluarkan kalimat apa dan bagaimana, dan apakah ada yang sekiranya tersakiti.
Kalau iya, segeralah minta maaf ketika marahnya sudah mereda.
Dari sana, kadang aku jadi rasis lo..kak Antung.
Huhuu...ini salah banget sih yaa..
Karena marah sudah menjadi sifat manusiawi yang terkadang bisa lepas kontrol juga. namun sangat baik karenanya jika bisa mengontrol emosi kita, agar nantinya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena biasanya tindakan atau perilaku yang dilakukan ketika marah biasanya hanya akan membawa malapetaka, yang di lain hari akan disesali.
ReplyDeleteKuncinya adalah sabar, jika tidak bisa bersabar lebih lama, maka pergilah sebentar, tarik nafas dalam-dalam, dan biarkan diam meredam semuanya.
Duh soal kelola emosi ini lagi jadi PR banget buat saya nih kak, kena asam lambung jadi ngaruh banget soal emosi, baik marah, sedih dan galau² lainnya bisa jadi pemicu naiknya asam lambung ��
ReplyDeleteSetuju dengan triknya, menenangkan diri, tarik nafas dan lain² gitu
Saya juga agak susah mengontrol marah, Mba. Dan yang biasa saya lakukan kalo marah adalah mencoba menenangkan diri dengan dengar musik dan tarik nafas dalam-dalam. 2 cara ini cukup ampuh untuk meredam marahku
ReplyDeleteMenjaga kita untuk tidak marah memang susah, ya. Apalagi kalau mood lagi gak baik, mental lagi terganggu, tersulut emosi ya udah langsung marah-marah.
ReplyDeleteSampai akhirnya sadar diri, bahwa marah-marah itu bukanlah hal penting sebaliknya malah yang merugikan.
Mengontrol emosi jadi kunci, sabar dan tenang. Huhuhu, tapi ya kadang susah dijalani.
Hai kak, saya mau sharing dari sisi sayaa
ReplyDeleteSaya kebetulan orangnya suka sulit mengendalikan marah, yaa meskipun ada alasannya sih, tapi tetep aja saya marah marah
Jadi biasanya buat ngendaliin marah, saya luapin marahnya itu, bukan pake suara, tapi dengan nulis
Di buku saya tulis semua perasaan marah saya, alasannya kenapa, trus ditulis juga apa positifnya dari marah dan apa negatifnya, trus habis itu saya tulis self reminder kalo marah-marah itu ngga baik (atau semacamnya)
Dann, alhamdulillah tiap marah jadi lebih bisa dikelola, jadi bisa melihat perpektif dari orang lain sebelum marah2 hehe
Sama seperti emosi lainnya, emosi marah pun perlu disalurkan tapi dengan cara yang baik. Kalau kata psikolog yang pernah saya dengar itu, "Boleh marah tapi nggak boleh marah-marah." Jadi emosinya wajar tapi pengelolaan dan penyalurannya yang harus tepat. Terima kasih tipsnya, Mbak Antung.
ReplyDeleteaku juga kerap berjuang melawan amarah yang suka tidak suka sering datang di saat - saat tertentu. Yang penting kita tahu bagaimana mengatasinya dengan bijak dan baik ya mba
ReplyDeleteSemoga ijazah adiknya segera ketemu ya, Mbak
ReplyDeleteSetuju, jika emosi mesti dikelola saat marah kalau enggak fatal akibatnya. Dan ini perlu proses dan cara.
Kalau aku termasuk yang lari dulu, misalnya keluar bentar dari rumah ke minimarket depan komplek misalnya, atau yang simpel dengerin musik atau nonton netflix...marah mereda, hati terhibur juga :)
jangan memendam marah namun juga jangan membiarkan rasa marah meluap-luap. jadi kita harus bisa berusaha mengelola rasa marah itu. salah satu cara aku menahan amarah yaitu milih diam sih. terus wudhu atau mandi dan perbanyak istighfar supaya emosinya cepat reda.
ReplyDeleteKalau lagi marah, jengkel atau serba salah biasanya saya tinggal pergi aja dan kalau butuh pelariannya paling tidur dan makan. Hehehe ...
ReplyDeleteHikss saya termasuk orang yang emosian dulu, marah marah banting banting barang 😭😭.
ReplyDeleteDengan bertambahnya umur jadi banyak berkurangg, jadi sadar kalau marah marah itu bikin capekk. Jadi banyak kediam tarik napas wudhu
Bener banget ini, Mba. Karena aku juga kalau marah kalau gak segera tarik rem bisa lepas kontrol. Biasa aku istigfar, dan ngobrol sama diriku sendiri. Karena hal sepele kalau sudah dibawa emosi bisa jadi besar dan merusak banyak hal ya
ReplyDeleteWah iya, aku tuh masih PR banget untuk bisa mengelola marah dengan baik
ReplyDeleteHmm kayaknya perlu dicoba nih, pas marah langsung dengerin lagu lagu BTS biar marahnya hilang, haha
Kalau sedang marah, hal yang mudah diingat adalah 1 keburukan dia. Padahal, seseorang itu sudah berbuat 10.000 kebaikan.
ReplyDeletePaling manjur aku kalau lagi marah cenderung menghindar, menjauh dari sumber yang bikin aku marah dan diam sejenak. Perbanyak evaluasi diri lagi.. Apa yang salah dari awal sampai akhir.
Iya, Mbak. Dari buku yang pernah saya baca, boleh kok kita marah karena itu salah satu fitrah manusia. Asalkan marah pada ketidakadilan, ketidakbenaran, dan hal2 bermanfaat lain.
ReplyDeleteYang tidak boleh itu marah yang merusak/menimbulkan kerusakan. Jadi emang bener marah harus kita kendalikan, ya :)
Saya juga sebel kalau ketemu orang yang suka marah-marah nggak jelas, udah kata-katanya nyakitin hati, eh ujungnya nggak mau minta maaf.
ReplyDeleteDari situ saya berusaha instropeksi diri juga, kalau pas jengkel, saya nggak boleh kayak gitu. jadi kalau jengkel sama seseorang, saya pilih menjauh, menghindar dulu dari orang itu
Marah adalah salah satu bentuk emosi yang ada pada diri manusia. Setiap orang bisa saja merasa marah, tetapi betul sekali, marahnya jangan sampai out of control sampai-sampai menyakiti diri sendiri atau orang lain. Karena marah-marahnya kita bisa selesai, tapi perasaan orang yang terlanjur sakit nggak bisa ikutan selesai juga.
ReplyDeleteMasya Allah aku baru tahu dalam keadaan marah sebaiknya kita mengambil posisi yang lebih rendah, ya. Terima kasih sharingnya, Mak. Sangat bermanfaat.
Lah sayang banget ijazah bisa ampek ilang gitu Mbak.
ReplyDeleteSemangat Mbak. Kalo saya ada di posisi Mbak juga bakal ngerasa sesak dada.
Jadi inget video yang viral di IG. Seorang bapak mengocok dua botol coke. Ketika salah satu botol dibuka tutupnya, buihnya meluap-luap dan menumpahkan isinya sampai tersisa separuh. Botol yang lainnya dibiarkan dalam kondisi tertutup, dan beberapa saat kemudian, buihnya pun menghilang. Ini jadi pengingat, bahwa saat marah, lebih baik diam dulu sebentar. Terus terang, aku masih belajar soal manajemen emosi ini. Aku masih sering marah, terutama ke anak-anak. Hiks...
ReplyDeleteIya juga, ya. Kalau lagi dalam posisi marah, terus duduk, sepertinya emang bisa menurunkan emosi atau amarah. Patut dicobaa, Maak.
ReplyDeleteYa aallah saya baca tulisan mba Antung jadi sedih sendiri. Karena dulu waktu Abang masih SD saya sering marahi dia. Semoga ga keganggu ya inner childnya. Hiks
ReplyDeleteSaya nih mba, yang masih sulit menahan emosi, terutama kalo pas lagi capek. Setelah emosi diluapkan biasanya hati merasa lega. Duh, saya masih sulit mengelola emosi. masih harus belajar lagi, supaya tidak menyakiti hati orang lain.
ReplyDeleteWaah, Mba Antung ternyata bisa juga keluar grup? Pasti sudah gak tahan banget kalo udah begitu karena yg aku tahu Mba Antung orangnya gak emosian.
ReplyDeleteTulisan kali ini sungguh bikin speechless, aku masih terseok-seok melawan amarah, semoga bisa ingat tips2 nya kalo sudah mulai memuncak.
Biasa nahan emosi eh pas emosinya meledak kok ada perasaan menyesal. Karena merasa seperti itu jadi lebih berusaha untuk menahan emosi
ReplyDelete