Sejak kehadiran sosial media, kita mungkin sering dihinggapi berbagai pemikiran tentang betapa banyaknya orang yang ingin pamer di dunia ini. Dimulai dari kehadiran Facebook, Twitter, Instagram dan kini Tiktok yang menjadi wadah bagi orang-orang untuk berkreasi. Apakah memamerkan diri lewat media sosial ini termasuk dalam kategori sombong atau congkak? Tentunya ini tergantung dari diri mereka masing-masing.
Di awal kehadirannya, Facebook bisa dibilang sebagai media untuk curhat bagi para penggunanya. Bahkan dulu Facebook kerap disebut sebagai Tembok Ratapan karena banyaknya orang yang bercerita tentang masalahnya di wall Facebook, termasuk juga saya. Coba saja kita cek status kita 5 atau 6 tahun lalu, mungkin kita akan menemukan status dengan bahasa alay atau lebay yang membuat diri sendiri malu membacanya. Hehe.
Setelah Facebook, hadirlah twitter yang merupakan aplikasi khusus untuk pesan pendek. Sejujurnya saya termasuk yang terlambat menguasai media sosial yang satu ini. Dibandingkan dengan Facebook, Twitter bagi saya masih sulit digunakan karena karakternya yang terbatas. Namun sepertinya malah keterbatasan karakter inilah yang membuat twitter menjadi sebuah media sosial yang unik. Layaknya Facebook, di twitter juga kita bisa menyuarakan keresahan isi hati di media yang satu ini.
Media berikutnya yang menjadi ajang sharing namun kadang bikin baper yang melihat adalah Instagram. Sebagai platform yang mengakomodasi penggunanya untuk berbagi foto-foto cantik, keberadaan Instagram seolah membantu mengokohkan eksistensi seseorang di dunia maya. Di platform ini kita penggunanya bisa berbagi tentang kecantikan, masak-memasak, parenting, keuangan dan berbagai bidang lainnya yang bisa menarik perhatian pembaca.
Terkait masalah pamer dan congkak yang ada di media sosial, saya jadi ingat dulu ada sebuah kontes seru-seruan bernama Pamer Colongan. Jadi lewat kontes ini kita ditantang untuk membuat sebuah status yang di dalamnya berisi kalimat pamer namun dengan cara sehalus mungkin. Jadi misalnya kita baru beli mobil baru yang harganya 1 milyar, dalam status itu kita tidak bisa langsung bilang baru beli mobil baru namun harus menggunakan kalimat lain yang menjurus kalau baru beli mobil. Kalau bahasa kerennya adalah Soft selling.
Kontes yang diadakan ini sebenarnya cukup menantang karena si pembuat status harus kreatif dalam membuat tulisan. Sayangnya kontes ini menuai pro dan kontra karena berujung pada status pamer dan kesan sombong yang memang kerap jadi keresahan para penghuni dunia sosial media.
Tentang pamer, sombong dan congkak
Terkait pamer, sombong dan congkak yang menjadi tema tulisan kali ini, tentunya kita harus mengerti terlebih dahulu pengertian dari 2 kata di atas. Menurut KBBI, Pamer artinya menunjukkan (mendemonstrasikan sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau atau keunggulan diri untuk menyombongkan diri.
Sedangkan sombong menurut KBBI berarti menghargai diri secara berlebihan; congkak; pongah. Lalu untuk congkak sendiri berarti merasa dan bertindak dengan memperlihatkan diri sangat mulia (pandai, kaya, dan sebagainya); sombong; pongah; angkuh.
Dalam dunia media sosial, memang rentan sekali bagi pemiliknya untuk memamerkan dan menyombongkan diri. Entah itu dalam bentuk status ataupun gambar, kita tak bisa memungkiri keduanya merupakan sebuah wadah bagi kita untuk bisa diakui eksistensinya.
Misalnya, saya mengunggah status tentang berhasil memenangkan sebuah kompetisi. Apakah itu tujuannya untuk sekadar sharing? Jelas tidak. Saya mengunggah gambar dan status tersebut untuk pamer kalau saya akhirnya bisa menang lomba setelah sekian lama. Atau saat saya mengupload foto makanan yang saya masak, itu juga tujuannya untuk pamer kalau saya bisa masak walau mungkin rasanya biasa saja. Hehe.
Pamer di media sosial, yay or nay?
Dalam hal pamer di sosial media, tentunya kita harus tahu batasan antara pamer, sombong dan congkak ini. Jangan sampai status yang kita buat untuk sekadar sharing dan pamer malah ditandai sebagai sebuah kesombongan atau rasa congkak bagi pembaca atau bahkan mungkin menyakiti hati orang-orang tertentu.
Bagaimana mengetahui kalau status atau tulisan yang kita buat sudah mengarah ke sombong atau congkak? Mungkin bisa dilihat apakah dalam tulisan tersebut kita mengecilkan orang lain atau bahkan menyindir pihak lain yang dinilai tak selevel dengan kita. Kalau modelnya sudah seperti ini, bisa dipastikan tulisan yang kita buat bukannya dapat like, namun hujatan dari berbagai orang.
Pamer di sosial media sendiri bukanlah hal yang salah. Bahkan Bang Tere Liye sendiri bilang kalau sosmed itu memang tempatnya buat pamer. Malah bisa dibilang pamer di sosial media ini bisa menjadi wadah untuk melebarkan sayap, menambah pundi-pundi rezeki, hingga juga meningkatkan branding untuk diri kita. Jadi, buat yang suka pamer resep atau tips, curhat, bahkan foto jalan-jalan di medsos, It's Okay. Selama tulisan kita tidak bernada sombong atau congkak, InsyaAllah pembaca juga akan mendapat manfaat dari postingan pamer kita.
Untuk para pembaca sendiri, seandainya status, story atau foto yang hadir di beranda kita membuat hati baper, ada satu hal yang bisa kita lakukan. Jangan dibaca atau langsung skip aja storynya. Hehe.
19 Comments
hahaha bener kak.. tapi kadang beberapa orang post foto hanya karena ingin mengabadikan momen tanpa maksud pamer. eh tapi yang melihat foto malah disangka congkak, jadi baper hehehehe susah ya hidup di zaman socmed
ReplyDeleteiya, mbak. dunia sosial media ini memang kadang suka bikin baper. makanya mungkin diperlukan detoks ya dari sosmed biar nggak baper melulu. heu
DeleteSaya termasuk yang harus puasa media sosial kalau keadaan psikologi saya baru rentan. Lebih baik, enggak melihat status orang-orang dan menenangkan diri. Setelah sudah normal barulah saya siap melihat status yang bertebaran di media sosial lagi.
ReplyDeleteSebab sejatinya masalah pamer atau enggak itu timbul dari persepsi yang membaca atau melihat status kita, kecuali yang memang niatnya soft selling tadi itu.
Aku tim ngga untuk pamer. Tapi pamer buat kerjaan alhamdulillah ada kak.. wkwkwkwk! Tapi pamer dalam hal pekerjaan yang emang disuruh pamer kan beda ya.. Semoga ga ikutan niat hati untuk ria. Tapi sekarang dimana-mana kalau ngga pamer ngga viral, jadi pada banyak yang mencoba pamer tapi disertai Ria gimana dong kak.. Jauh-jauh yaaa sifat yang seperti ini..
ReplyDeleteaku tukang pamer mba wkwk..pamer sembari jualan tipis2 siapa tahu ada yang mau beli produkku minimal tanya2 gitu :D balik lagi sih orang nilainya gmn krn isi kepala berbeda :p btw dulu aku juga gitu bikin status FB ga banget duh maluu :D
ReplyDeleteAku kok jadi merenung lagi, apa selama ini statusku itu masuk kategori pamer ya? Tapi zuzur ya. Kadang emang ada lho semacam bisikan buat pamer gitu, wkwkk
ReplyDeleteKalau menurut saya, apa apa yang diposting oleh orang lain di media sosialnya sendiri adalah hak mereka yang punya akun. Kontrol untuk melihatnya atau tidak ada di kita. Kita nggak bisa mengatur orang lain mau posting apa, tapi kita bisa mengontrol apa yang mau kita lihat.
ReplyDeleteDan juga kita sih nggak bisa mengukur niat seseorang ketika posting apakah memang pamer kesombongan atau tidak.
Plus hukumnya status, konten, tulisan, apa pun yang kita pasang di media sosial, ketika sudah terpublish maka itu milik publik. Tafsirannya diserahkan kepada pembacanya.
Hhhm... saat niatnya utk sharing ilmu, ttp aje ada bisik2 utk ujub.. medsos + hawa nafsu + bisikan setan yang bikin runyam...
ReplyDeleteKalau aku sih menggunakan media sosial, nawaitunya untuk sharing sesuatu yang bermanfaat buat orang lain. Ya walaupun dalam perjalanannya, as we all know, membuat niat tulus dan lurus itu one thing, tantantannya adalah, menjaga niat tsb tetap lurus dan tulus.
ReplyDeleteManusiawi kali ya mbak.
Menurutku ya mau pamer atau congkak tergantung dari kita pembacanya sih
ReplyDeleteBiarin aja orang mau pamer, asal kita jangan sakit hati
Toh pada dasarnya kita semua sedang pamer kok, hanya mungkin kadarnya beda, hanya mungkin materinya beda, hanya mungin selera pamernya beda
terus terang aku mah gak gitu, aku suka senang kalau lihat teman2 bisa jalan2, malah aku tulis destiansinya apa, siapa tahu bisa ke sana. yang posting makanan , kalau tampak enak, aku suka minta resepnya. Bagi saya status orang kadang jadi inspirasi , bisa jadi cerpen atau puisi
ReplyDeleteMelihat fenomena sosial media ini memang membutuhkan kematangan dari sisi emosioneal juga yaa... Kebayang kalau anak dibawah umur main sosial media.
ReplyDeleteJadi, kembali lagi peruntukannya masing-masing, untuk apa memiliki sosial media?
Saya termasuk yang suka sharing loh di media sosial, well susah juga yaa karena terkadang manusia memang memiliki sifat ingin dipuja-puji, tapi kalo saya, saya tujuannya sih sekedar sharing, syukur-syukur kalo banyak terinspirasi oleh postingan saya. Dan kita pun menyikapi postingan orang lain baiknya sih baik sangka lah, jgn sampai iri dengki, jadi gak merasa orang lain pamer
ReplyDeleteSaya merasakan pentingnya filter diri dalam bermedia sosial, baik itu dalam memosting atau membaca postingan orang. Pamer atau sombong kadang tipis ya batasnya. Karena maksud hati mau bersyukur atas keberhasilan atau sejenisnya tp sadar atau tidak sadar mgkin terselip kesombongan. Apalagi ketika mendapat pujian.
ReplyDeleteDi sisi lain, perlu juga filter saat membaca postingan. Kalau saya, bener2 terasa dampak suasana hati sendiri saat membaca postingan orang. Kalau hati lagi terang, mau lihat postingan sepamer apapun rasanya santai saja dlm merespon. Berbeda ketika hati lagi gelap, jadi sensitif hahaha...Maka kalau lg badmood, saya pilih hiatus bermedsos :)
Waduh aku gak biasa pamer hha, jadi seperti ini adanya aja lah.. Apa juga yang mau dipamerin, dan malah bikin orang tidak nyaman
ReplyDeleteBener banget nih mba, buat apa punya medsos kalau ga buat update status . Misal ada yg baper mereka bisa muted aja kok ya apa salahnya.
ReplyDeleteMedia sosial sekarang memang makin marak dan beraneka ragam. Ada yang dijadikan tempat curhat, branding atau jualan.
ReplyDeleteApapun itu sebenarnya balik lagi ke niat sang pemilik akun. Jadi monggo ajalah kalo gitu.
Ada benarnya. Tapi balik lagi ke personalnya. Dan penilaian apa yang dihasilkan oleh otak kita sebenarnya menunjukkan siapa kita sebenarnya bukan apa yang kita lihat.
ReplyDeleteRumit memang, tapi dengan mempelajari hasil penilaian yang diberikan otak kita juga bisa memperbaiki kualitas diri kita kak.
zaman sekarang kayaknya buang jauh jauh pemikiran " ohh orang A ini pamer mulu"
ReplyDeletekalau bisa dijadiin penyemangat dan ikutan seneng bisa diajak jalan virtual
sekarang hampir semua orang buka nya sosmed, apa aja dipost. anggap aja itu adalah hal yang disharing
sharing is caring hehe