Apa yang kamu ketahui tentang Papua? Apakah keindahan alamnya? Atau tambang emasnya? Sebagai orang Indonesia, jujur ada banyak hal yang saya tidak ketahui tentang Papua, pulau paling timur di negeri kita ini. Beberapa yang saya ketahui mungkin hanya tentang wisata alamnya yang sangat indah dan sedikit tentang kehidupan mereka. Saya ingat dulu pernah membaca tentang Papua di novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Melalui novel yang memenangkan lomba Novel Dewan Kesenian Jakarta ini saya sedikit lebih tahu tentang kehidupan dan kebiasaan orang-orang di Papua.
Lama sekali setelahnya, saya kembali membaca buku berlatar Papua. Kali ini bukan berupa novel, melainkan sebuah memoar dari seorang gadis Jerman yang pernah melewati masa kecil dan remajanya di tanah Papua. Tak tanggung-tanggung, sosok ini tinggal berdampingan langsung dengan salah satu suku paling langka di Papua yakni suku Fayu yang tinggal di hutan dan di masa itu masih menganut kanibalisme. Lewat novel berjudul Jungle Child ini saya diajak bersama menyelami kehidupan suku di pedalaman Papua lewat mata seorang Sabine Kuegler. Berikut adalah review saya untuk buku Jungle Child
Review buku Jungle Child
Judul buku : Jungle Child, Rinduku pada Rimba Papua
Penulis : Sabine Kuegler
Penerbit : Esensi (Penerbit Erlangga)
Penerjemah : Dian Pertiwi
Editor : Daniel P. Purba, S. Sos, Marina A. Sofyan S.S., Theresia Vini, S.E
Tahun Terbit : 2006
Sabine Kuegler merupakan anak kedua dari pasangan Klaus dan Doris Kuegler, suami istri berkebangsaan Jerman yang mengabdikan diri mereka sebagai misionaris dan ahli bahasa. Sabine lahir di Nepal dan sempat menghabiskan masa kecilnya di negara tersebut sebelum akhirnya keluarganya terpaksa pindah dan kemudian memilih Indonesia sebagai negara tujuan berikutnya. Saat itu tahun 1980 dan usia Sabine menginjak 7 tahun saat menginjakkan kaki di Papua.
Di Papua, Sabine dan keluarganya mulanya tinggal di dekat Danau Bira tempat para suku Dani dan suku Bauzi berada. Awal dari kepindahan mereka dari Danau Bira ke Foida bermula dari adanya informasi tentang penemuan suku Fayu, salah satu suku di Papua yang tergolong sangat sulit ditemui. Sebagai seorang ahli bahasa, Klaus, ayah Sabine sangat bersemangat untuk berinteraksi dengan suku tersebut. Maka dimulailah ekspedisi untuk menemui suku Fayu yang dibantu oleh salah satu suku yang lain. Setelah melalui perjalanan yang cukup berbahaya, akhirnya Klaus berhasil bertemu dan diterima oleh ketua suku Fayu untuk tinggal di wilayah mereka.
Selama tinggal di Foida, Sabine dan orang tuanya tinggal di sebuah rumah sederhana yang merupakan wilayah netral di antara 4 kelompok yang ada di suku Fayu. Sehari-hari mereka makan dengan bahan yang ada di sekitar mereka. Sesekali keluarga ini mendapat daging hasil buruan suku Fayu yang ditukar dengan berbagai peralatan seperti kail dan yang lainnya. Sabine sendiri meski dengan keterbatasan yang ada di hutan tersebut sangat senang tinggal di Foida. Sehari-hari ia bermain dengan adiknya Christian dan juga anak-anak suku Fayu lainnya. Ia gemar memelihara berbagai binatang seperti laba-laba dah bahkan juga ikut bermain busur dan anak panah yang menjadi senjata andalan suku Fayu.
Tinggal bersama dengan suku asli Papua membuat Sabine dan keluarganya melihat langsung kehidupan suku Fayu. Suku Fayu merupakan suku yang masih sering berperang di antara kelompok mereka. Selama tinggal di Foida, beberapa kali Sabine dan keluarganya menyaksikan langsung prosesi perang yang terjadi di kelompok suku Fayu ini. Selain itu, kalau ada anggota keluarga suku Fayu yang meninggal maka harus ada pembalasan kepada mereka yang membunuhnya. Suku Fayu juga memiliki kebiasaan menyimpan mayat keluarga mereka di rumah hingga membusuk dan menggantung tulang mereka di rumah.
Pelan tapi pasti, kehadiran keluarga Kuegler di Foida memberikan perubahan tersendiri bagi suku Fayu. Hukum balas dendam yang sudah mengakar di antara kelompok perlahan mulai menghilang dan berganti menjadi perdamaian antar kelompok. Sabine sendiri sudah dianggap seperti saudara oleh anak-anak suku Fayu. Doris sang ibu juga turut berperan besar dalam merawat orang-orang yang terluka akibat perang hingga anak-anak yang terlantar karena orang tuanya terbunuh dalam balas dendam.
Setelah tinggal selama beberapa tahun di Foida, Sabine dan orang tuanya sempat pulang kampung ke negara mereka di Jerman. Setelah beberapa tahun, keluarga ini kembali ke Foida untuk melanjutkan misi mereka. Saat itu Sabine sudah memasuki masa remajanya dan mengalami kebingungan dengan jati dirinya. Di satu sisi ia begitu merindukan kehidupan di hutan bersama-sama dengan suku Fayu namun ada bagian dari dirinya yang juga sudah tercampur dengan budaya Eropa.
Hal ini menimbulkan pertanyaan di benar Sabine. Apakah dia akan tetap menjadi seorang anak hutan atau harus melanjutkan hidup layaknya remaja kota lainnya yakni bersekolah di tempat yang layak? Pada akhirnya, sebuah kejadian traumatis membuat Sabine akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Foida yang begitu ia cintai dan melanjutkan sekolah di sekolah berasrama di Swiss.
Tentunya bukan hal mudah bagi Sabine yang selama bertahun-tahun tinggal di hutan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru di kota. Ada banyak hal yang harus ia pelajari. Sebagai pengobat rindu, orang tuanya kerap mengirimkan surat dan bercerita tentang kehidupan suku Fayu setelah ia tinggalkan Setelah bertahun-tahun, Sabine akhirnya berhasil menyesuaikan diri dengan dunia barat. Namun jauh di lubuk hatinya, Sabine tetap mengakui kalau sebagian dari dirinya akan terus menjadi si anak rimba.
Kesan setelah membaca buku Jungle Child
Sebagai sebuah buku memoar, Jungle Child bagi saya merupakan buku yang sangat kaya dan membuka wawasan. Dalam buku setebal 384 halaman ini saya diajak ikut menjelajahi hutan Papua bersama Sabine dan teman-temannya. Selipan foto-foto orang-orang yang ada dalam cerita juga membuat saya merasa dekat dan ikut mengenal mereka. Sebut saja Nakire, Fusai, Tuare hingga Ohri yang merupakan kakak angkat Sabine menjadi sosok yang akrab di pikiran saya selama membaca buku ini.
Jungle Child sendiri tak hanya berkisah bagaimana kehidupan Sabine selama berada di Papua namun juga bagaimana kedua orang tuanya yang begitu hebat bisa tetap membuat anak-anak mereka tumbuh dengan baik dan tetap berpendidikan di hutan. Karena meski tinggal di hutan, Sabine dan kedua saudaranya tetap belajar layaknya anak-anak lainnya dengan bantuan sang ibu.
Beberapa kisah menarik juga diceritakan Sabine saat dirinya kembali ke Eropa untuk melanjutkan pendidikannya. Bagaimana gegar budaya yang dialaminya akibat perpindahan dari anak hutan menjadi anak kota digambarkan dengan cukup menarik. Tentunya mungkin adegannya tidak seperti adegan film Tarzan masuk kota. Namun saya tetap dibuat tersenyum ketika Sabine bertanya kepada ibunya apakah orang Eropa yang gemuk itu cacingan karena di Fayu, mereka yang berperut buncit menandakan kalau dirinya cacingan.
Buku ini ditutup dengan cerita berkumpulnya kembali keluarga Kuegler setelah terpisah bertahun-tahun. Sebagai seorang pembaca, jujur saya jadi penasaran dengan kisah keluarga ini setelah tugas mereka di Papua selesai. Bagi suku Fayu sendiri, kehadiran keluarga Kuegler dalam hidup mereka juga pastinya memberikan kenangan tersendiri mengingat keluarga inilah yang banyak mengajarkan mereka tentang perdamaian hingga mengenalkan dunia literasi pada anak-anak mereka. Buku Jungle Child ini sendiri sudah dibuat versi layar lebarnya di Jerman sana tahun 2011 lalu dengan judul Dschungelkind.
Baca Juga
33 Comments
Maaf, aku agak kurang paham apa yang sebenarnya menjadi tugas keluarga Kuegler di rimba Papua itu. Apakah memang untuk mengenal suku paling langka dan sekadar berbaur dengan mereka, atau untuk misi penyelamatan (terkait kesehatan), atau lebih kepada mengajak ke peradaban dan keagamaan?
ReplyDeleteAku jadi penasaran dengan kisah dibalik gegar budaya Sabine :D
Nah kalau soal misi nggak diceritain di buku ini, mbak. Memang pasti ada misinya sih mereka datang jauh-jauh ke Papua. Cuma karena ini cerita dari sudut pandang anak kecil makanya mungkin nggak diceritakan secara detail
DeleteSalut kepada keluarga Kuegler ini rela mengabdi di lingkungan suku fayu papua
ReplyDeleteDiangkat ke layar lebar menjadikan bahwa kisah ini memang menarik untuk disimak, walau daku belum pernah baca bukunya maupun menonton filmnya
ReplyDeleteKisah perjalanan yang menarik, terlepas dari apa misi sebenarnya, tapi dalam cerita ini ada pelajaran berharga. Menjadi bagian dari suku yang tidak dikenal dan ikut berkontribusi merubah keadaan
ReplyDeleteAku excited banget baca reviewnya. Kehidupan anak yang tumbuh di dekat suku pedalaman apalagi itu Papua pasti menarik.
ReplyDeleteAwalnya saya kira novel anak yg tokoh utamanya Mowgli itu, ternyata beda buku dan beda judul.
ReplyDeleteMenarik ngangkat soal Papua. Pernah diangkat jadi film adaptasi juga ya.
Terus aku membayangkan jika membaca buku ini seperti melihatbsisi timur indonesia dengan segala kekayakaannya. Kehidupan sosial di sana.
ReplyDeleteTak banyak buku2 yang mengupad secara baik detil setting tempat . Jika buku ini menyajikan itu maka keren banget
yang saya tangkep, yaa dimanapun berada adalah tempat untuk belajar. in case, di hutan pun banyak hal yang bisa dipelajari dan dipahami..
ReplyDeletenice book mba :)
Menarik banget ada novel ini dengan latar belakang Papua. Pasti seru kalau bisa baca sendiri karena merasakan sensasi membaca yang membangun imajinasi..
ReplyDeleteBaca reviewnya, sekilas buku ini menarik dibaca buat orang2 yang suka petualangan, apalagi dengan latar belakang Papua ya. Aaah, jadi pengen punya bukunya deh
ReplyDeleteyang saya ingat tentang papua adalah freeport dan pelangaran HAM di sana wkwkw..tapi hebat Sabine ini punya pengalaman yang jarang bisa dilakukan banyak orang, apalagi bergabung dengan suku Fayu yang masih suka berperang dan membunuh.
ReplyDeletewah Papua diangkat dalam novel dan film ya
ReplyDeletemenarik ceritanya ya mbak
pasti penuh petualangan
keren banget ni buku yang mempunyai latar belakang di papua. jarang banget melihat penulis yang memakai sudut pandang seperti ini
ReplyDeleteNarasi dan latar ceritanya sangat menarik dan memang sudah saatnya beragam latar wilayah di Indonesia diangkat agar semakin tahu dan mendunia lagi.
ReplyDeleteWaah sepertinya ini novel pertama berlatar Papua yang aku tau
ReplyDeleteKeren banget. Sayangnya ini dari sudut pandang anak kecil
Yang nulis tetap orang dewasa kok, put. Hehe
DeleteSebuah kisah hidup yang sangat berharga tapi juga menantang, nggak semua orang bisa bertahan apalagi tetap bisa memberikan pendidikan bagi anak-anaknya di tengah hutan.
ReplyDeleteBikin penasaran pengen baca sampai tuntas juga euy.. Kebayang sih adaptasi yang harus dihadapi dari kebiasaan hidup di hutan lalu ke Eropa.
ReplyDeleteKeren, bisa dibilang Ia adalah seorang wanita super. Saya jadi teringat pesan kakek buyut saya di kampung dulu, "jadilah lilin walaupun sesaat dan bernyala kecil, di sebuah kegelapan". Maka terangnya akan berkenang sepanjang masa.
ReplyDeleteSabine dan keluarga kira-kira ibarat seperti itu ya, kak.
Jadi penasaran sama bukunya, bagaimana white people beradaptasi di hutan dan mencoba berkomunikasi dengan suku asli sana. Barusan juga nonton trailer filmnya, cuma penasaran syutingnya beneran di Papua apa gak ya.
ReplyDeleteSyutingnya di Malaysia kalau dari yang saya baca
DeleteIni novel sputar eksplorasi papua dan menjalankan misi juga ya mbak? Jadi penasarandengan apa saja yang dilakukan dipedadalam dan apa yang menjadi motivasi utamanya
ReplyDeleteKalau seputar menjalankan misinya sih nggak terlalu diceritakan, mas. Lebih ke cerita interaksi mereka dengan suku fayu
DeleteBaca hasil reviewnya, bukuny menarik nih. Dan dibikin penasaran dengan cara beradaptasi mereka hingga mereka membentuk perubahan besar seperti perdamaian itu pada suku fayu.
ReplyDeleteApakah novel ini diadaptasi dari film Tarzan? Karena sedikit banyak sepertinya garis besar mengarah ke dalam satu hal yang sama yaitu Orang Rimba yang pergi ke dunia luar..
ReplyDeleteNggak, mas. Ini kisah nyata penulisnya yang pernah tinggal di Papua tahun 80an
DeleteWah wah wah, sudah diadaptasi ke layar lebar ternyata di Jerman-nya. Terima kasih infonya, saya akan masukin wishtlist. Saya selalu suka nonton film-film tentang Indonesia yang digambarkan dari sudut pandang orang luar. Meskipun memang jumlahnya belum banyak, tapi bisa belajar bagaimana mereka melihat Indonesia dari perspektifnya.
ReplyDeleteIndonesia timur terkenal dengan keindahan alamnya. Dan ini diceritakan dari sudut pandang anak kecil. Hemmm... Kayaknya menarik bukunya.
ReplyDeletemenarik nih novelnya, sudah lama ga tenggelam dalam cerita apallagi diadaprasi dari kisah nyata ya mbak.
ReplyDeleteWow seru juga ya. Ahli bahasa sampai ekspedisi ke pedalaman. Kukira cuma ada di film2 doang. Sekali lagi aku merasa novel ini pantas di film kan. Tapi agak susah kali ya kalau membuat suku Fayu mau main film. Hoho
ReplyDeletekeluarga Kuegler ini live in gitu yaa di pedalaman papua, emang papua itu banyak banget yaa kekayaan bahasa dan sukunya kaya penasaran juga buat ngulik2 di sana
ReplyDeleteCuma bisa bilang kereeeeen. Gak kebayang hidup di hutan papua apalagi di tengah2 suku yg bertikai. Oke, masuk list bacaan 🤭
ReplyDelete